EKSPLORASI
BATUBARA
DEFINISI
Batubara secara fisika dan kimia adalah substansi kompleks
yang telah didefinisikan dengan cara yang berbeda selama bertahun-tahun. Saat
ini, definisi yang paling banyak diterima adalah diadopsi dari American Society
for Testing & Material (ASTM) sebagai berikut:
"Batubara adalah batuan
mudah terbakar yang mengandung lebih dari 5O persen berat dan lebih dari 70
persen volume material karbon yang juga termasuk inherent moisture, terbentuk
dari pemadatan dan indurasi tanaman berbagai jenis yang diubah sejenis gambut.
Perbedaan dalam jenis tanaman (type), tingkat metamorfosis (rank), dan impurity
(grade) menjadikan sebagai karakteristik
pengklasifikasian batubara (ASTM, 1970, p. 70). "
KLASIFIKASI
Karena kompleksitas sifat
fisika dan kimia dan variasi penggunaannya, pengklasifikasian batubara menjadi
pekerjaan yang tidak mudah. Banyak skema klasifikasi batubara telah diusulkan
selama bertahun-tahun dengan menggunakan berbagai parameter sebagai kriteria. Dari
berbagai pendekatan untuk klasifikasi, rank adalah salah satu yang lebih utama.
Rank adalah tingkat dari kematangan termal batubara, yaitu, posisinya di urutan
coalifikasi. Coalifikasi mengacu pada transformasi progresif gambut menjadi
lignit, sub-bituminus, bituminus, dan antrasit. Sistem peringkat standar yang
digunakan di Amerika Utara adalah sistem ASTM (Tabel 1). Hal ini didasarkan
terutama pada fixed carbon, volatile matter, dan nilai kalori dan dikenal
dengan peringkat istilah seperti lignit, bituminous, dan antrasit. Dalam sistem
ASTM, istilah ini memiliki arti khusus berkaitan dengan parameter tersebut,
tetapi mungkin bertentangan dengan makna yang diberikan untuk istilah yang sama
di sistem klasifikasi negara lain.
Batubara juga
diklasifikasikan berdasarkan jenis menjadi dua kategori besar: (1) sapropelic
atau batubara tidak berlapis (nonbanded), dan (2) humic atau batubara berlapis
(banded). Batubara tidak berlapis menunjukkan sedikit atau tidak ada
stratifikasi yang jelas, bertekstur granular, cenderung homogen, dan berasal
dari allochthonous. Contoh batubara nonbanded adalah batubara boghead, terutama
terdiri dari sisa-sisa alga, dan batubara kusam, yang sebagian besar terdiri dari
spora.
Sebaliknya batubara banded
terdiri dari serangkaian lapisan yang sejajar dengan bidang perlapisan dan
dapat dibedakan atas dasar karakteristik makroskopik seperti kilau, kekerasan,
dll. Batubara berlapis ini dikenal sebagai litotipe dan terdiri dari maseral,
yang merupakan komponen diidentifikasi secara mikroskopis pada batubara.
Maseralnya didefinisikan atas dasar warna, morfologi, asosiasi, dan
fluoresensi. Analisis maseral memainkan peran penting dalam evaluasi proses
batubara dan menghasilkan informasi berharga mengenai paleoenvironment di mana
batubara tersebut terbentuk, tingkat kematangan termal batubara (rank), dan
kesesuaian untuk penggunaan tertentu. Batubara banded lebih berlimpah daripada nonbanded
batubara dan merupakan sebagian besar sumber daya batubara di dunia.
GENESA
BATUBARA
Batubara terbentuk oleh
akumulasi dan terlestarikannya bahan organik (terutama dari tanaman) di lingkungan
swamp, marsh dan bog. Material tanaman ini diubah menjadi gambut oleh proses
biokimia yang kompleks yang prosesnya masih kurang dipahami oleh para ahl. Gambut
terakumulasi relative sangat lambat dibandingkan umur manusia. Tingkat
akumulasi di Florida dan Delta Mississippi adalah dari 0,5 s/d 1 mm / tahun,
sedangkan di Kalimantan diketahui hingga 4 mm / tahun. Umumnya tingkat
akumulasi lebih tinggi berada di iklim tropis dibandingkan di iklim dingin. Meskipun
tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi sebagian diimbangi oleh tingkat
dekomposisi lambat di iklim dingin. Gambut dapat menumpuk ketika tingkat
akumulasi lebih tinggi dari laju dekomposisi. Kebanyakan batubara tua mungkin
berasal daerah iklim tropis (Bustin, et al., 1983).
Sesuai perubahan kondisi
geologi di daerah pembentuk gambut, endapan gambut dapat menjadi tertutupi oleh
batuan sedimen. Sedimentasi dapat berlanjut terus untuk waktu yang sangat lama
dan ketika didukung oleh penurunan cekungan pengendapan, dapat mengakibatkan timbunan
endapan gambut kurang dari ribuan meter (kaki) pada batuan sedimen. Panas dan
tekanan yang dihasilkan oleh berat kolom sedimen dan proses biokimia dan
geokimia menyebabkan batubara ditingkatkan rank-nya. Tingkat coalifikasi
dicapai terutama akibat dari suhu dan lamanya waktu pemanasan. Umumnya peningkatan
susunan stratigrafi meningkatkan suhu secara seragam sesuai perubahan kedalaman,
Batubara pada timbunan yang dalam umumnya memiliki rank tinggi. Umumnya
peningkatan rank diimbangi dengan penurunan porositas, volume, volatile matter, dan kandungan
air, sementara fixed carbon, density, nilai kalori, dan reflektans meningkat.
Produk sampingan utama
coalifikasi adalah metana, karbon dioksida, dan air. Air hilang pada awal
proses coalifikasi dan rasio metana dan karbon dioksida meningkat sesuai rank
(Bustin, 1983). Sejumlah volume besar metana dapat dihasilkan selama coalifikasi
dan dapat diproduksi dan dipasarkan. Bahkan di Black Warrior Basin of Alabama,
25% dari produksi gas alam tahunan saat ini berasal dari degasifikasi dari lapisan
batubara dalam.
LINGKUNGAN
PENGENDAPAN
Ketebalan, distribusi
lateral, komposisi, dan kualitas lapisan batubara ditentukan sebagian besar
oleh lingkungan pengendapan. Selain itu Horne, et al. (1978) menemukan bahwa
karakteristik tersebut ditentukan oleh lingkungan pengendapan yang selajutnya
diendapkan gambut. Topografi lingkungan pengendapan awal memungkinkan gambut
tersebut tersimpan dan karena itu mempengaruhi ketebalan dan sebaran lateral. Perubahan
geologi terhadap lingkungan pengendapan yang telah terbentuk mempengaruhi
kontinuitas dan komposisi gambut yang kemungkinan menyebabkan sebagian atau
seluruh gambut tererosi atau jika gambut terpapar air payau atau air laut yang
dapat merubah komposisi kimia gambut dan selanjutnya merubah kualitas batubara.
Lingkungan pembentukan
batubara dapat dibagi menjadi dua kategori: (1) paralik yang berkenaan dengan
system kelautan pantai (coastal) atau laut dekat pantai (near-coastal marine),
dan (2) limnic yang berkaitan dengan
batubara terbentuk di pedalaman, biasanya di daerah intermontane dan dalam
kondisi air tawar. Umumnya, batubara limnic ditandai dengan lapisan tebal namun
terbatas secara lateral. Meskipun sejumlah lapisan batubara di Amerika Serikat
bagian barat berasal dari daerah limnic, tetapi sebagian besar tambang batubara
Amerika Utara tampaknya telah terbentuk di lingkungan paralik.
Lingkungan paralik dapat
terjadi pada back barrier, deltaic, atau coastal dan interdeltaic (Bustin,
1983). Batubara pada back barrier membentuk dataran barrier islands yang seringkali
didalam cekungan abandoned lagoonal yang terbentuk antara barrier islands dan
mainland. Batubara di back barrier biasanya agak tipis dengan endapan yang secara
lateral tidak menerus yang memanjang sejajar dengan arah strike pengendapan dan
biasanya tinggi kandungan sulfur dan abu.
Batubara di coastal plain
pada dataran rendah relatif datar, memiliki water table yang tinggi dan sedikit
masuknya batuan sedimen. Beberapa batubara Appalachian Amerika Serikat bagian
timur mungkin telah diendapkan dalam sistem coastal plain. Rawa saat sekarang
merupakan coastal plain yang aktif terakumulasi gambut meliputi daerah rawa Everglades,
Florida dan Okefenokee, Georgia (Bustin, 1983).
Banyak batubara tua
ditafsirkan telah terbentuk dalam sistem delta dan karenanya penyelidikan
intensif dilaksanakan pada lingkungan delta.
Menurut Horne, et al. (1978). Pemodelan batubara pada
lingkungan pengendapan delta dapat digunakan untuk memprediksi kecenderungan endapan
skala besar batubara dalam skala regional dan karena itu berguna dalam tahap
awal eksplorasi batubara. Selanjutnya variasi skala kecil terhadap ketebalan
batubara, kualitas, dan kontinuitas lateral seringkali dapat diprediksikan, memberikan
data yang dapat sangat bernilai dalam perencanaan dan pengembangan tambang.
Ilustrasi berikut (Gambar.
1) berasal dari database rinci dikembangkan dari batuan umur Carboniferous sebagai
pembawa batubara di Kentucky timur dan barat daya Virginia dan dari lingkungan
yang sama di wilayah pantai. Gambar 1 menggambarkan tipe bentuk dan kemenerusan
lateral endapan batubara yang terbentuk dalam system delta.
Batubara yang terbentuk di lingkungan
lower delta plain biasanya memanjang sejajar dengan dip karena satu-satunya
lingkungan cocok untuk akumulasi gambut yang berdekatan dengan tanggul yang
relatif sempit di kedua sisi distributary channels. Interdistributary bays berada
antara distributary channels dan lokasi teluk terakumulasi sedimen detrital berbutir
halus. Lokasi akumulasi gambut di lower delta plain umumnya terbatas panjangnya,
area yang relatif sempit antara tanggul dan interdistributary bays. Batubara di
lower delta plain biasanya relatif tipis dan mengandung split yang disebabkan
oleh celah terjal menerobos tanggul yang berkembang kurang baik di sepanjang
distributary channel.
Batubara di upper delta
plain-fluvial juga cenderung memanjang ke arah dip meskipun mereka tidak
menerus seperti batubara di lower delta
plain. Endapan batubara biasanya dibentuk seperti pod-shaped pada flood plains
yang berdekatan bersamaan dengan adanya saluran meandering dan menunjukkan
ketebalan bervariasi yang signifikan pada jarak pendek. Serupa dengan kondisi batubara
di lower delta plain, banyak terdapat split terjadi di dekat tanggul yang
berbatasan saluran aktif karena splays. Perpindahan saluran meandering pasca-pengendapan
juga dapat menghambat sekuen sedimentasi dengan mengikis endapan batubara dan menghasilkan
"washouts."
Di beberapa tempat, zona
transisi berada di antara lingkungan lower dan upper delta plain yang menunjukkan
karakteristik sekuen keduanya. Di zona transisi antara lower dan upper delta
plains, banyak dari interdistributary bays (flood basins) yang terjadi diantara
distributary channels telah diisi dengan sedimen dan membentuk cekungan luas di
mana rawa batubara yang luas dapat berkembang. Cekungan besar yang relatif
tidak terganggu menyediakan lingkungan yang menguntungkan bagi pembentukan endapan
batubara yang biasanya lebih meluas secara lateral dibandingkan lower dan upper
delta plain. Batubara terbentuk di zona transisi ini memiliki karakteristik batubara
di upper dan lower delta plain seperti adanya split yang berkembang di dekat
tanggul dan washouts pasca-pengendapan. Sebagian besar lapisan batubara bernilai
lebih ekonomis penting di wilayah Appalachian diinterpretasikan telah terbentuk
di zona transisi antara lower dan upper delta plains.
Dari pembahasan singkat di
atas, jelas bahwa dalam tahap awal eksplorasi, pengetahuan tentang lingkungan
pengendapan yang mengontrol bentuk dan konfigurasi tubuh batubara akan
memungkinkan ahli eksplorasi untuk merancang program pengeboran untuk menghasilkan
efektivitas maksimum dan efisiensi dalam mendefinisikan endapan batubara. Pada
tahap perencanaan tambang dimana eksplorasi pengeboran dan evaluasi yang lebih
rinci mungkin diinginkan untuk memprediksi daerah batubara tebal dan / atau
berkualitas tinggi.
Lingkungan pengendapan juga
sebagian menentukan kandungan sulfur dari endapan batubara. Sulfur dalam bentuk
besi sulfida (terutama pirit) terjadi dalam beberapa cara dalam batubara. Bentuk
halus disseminated kadang-kadang disebut sebagai pirit framboidal adalah bentuk
pirit paling reaktif dan yang paling sulit untuk dihilangkan. Begitu halusnya menyebar
ke seluruh batubara yang tidak dapat dihilangkan secara efektif dalam tes pencucian
di float-sink. Penelitian menunjukkan bahwa pirit framboidal berasal dari
sulfur yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang ditemukan di laut pada perairan
payau, tapi tidak ada di air tawar. Dibuktikan oleh (Ferm, 1976;. Caruccio, et
al, 1977) bahwa pirit framboidal paling sangat terkait dengan batubara yang
ditindih oleh batuan atap yang terendapkan di lingkungan laut hingga air payau.
Kondisi berbeda terjadi ketika lapisan sedimen menutupi lebih dahulu yang
melindungi endapan gambut dari masuknya air laut hingga air payau karena proses
transgresi. Oleh karena itu batubara yang terbentuk di lingkungan back barrier
hingga lower delta plain lebih memungkinkan untuk ditindih oleh lapisan sedimen
diendapkan dalam lingkungan laut hingga air payau dan karenanya akan lebih
mungkin mengandung jumlah yang lebih tinggi pirit framboidal.
Batubara yang terbentuk di lingkungan
transitional lower delta plain adalah lokasi campuran air tawar dan payau hingga
air laut dan karenanya sangat bervariasi dalam kandungan sulfurnya. Umumnya batubara
pada lingkungan transitional lower delta plain dianggap lebih rendah kandungan
pirit framboidäl dibandingkan batubara diendapkan di lower delta plain dan back
barrier. Kecenderungan ini diperkirakan akan terus berlanjut selama batubara
terbentuk lebih tinggi dari lokasi delta plain dalam sistem fluvial-upper delta
plain di mana pengaruh laut jarang terjadi. Batubara ini umumnya dianggap lebih
rendah kandungan sulfur pirit halus disseminated dibandingkan batubara yang
terbentuk dalam sistem pengendapan delta plain lainnya. Pemahaman tentang sistem
pengendapan di mana tempat terdapatnya batubara terbentuk sehingga dapat
digunakan untuk memprediksi jumlah dan jenis sulfur yang ada dan untuk memberikan
panduan dalam eksplorasi batubara rendah sulfur dalam daerah di mana kandungan
sulfur biasanya tinggi.
Penyelidikan oleh Caruccio, et al. (1977) dan Horne, et
al. (1976), sebagai contoh untuk menggambarkan potensi kegunaan untuk perusahaan
tambang memahami sejarah pengendapan lapisan batubara. Menggunakan data base
450 lubang bor inti pada area seluas 518-km2 (area 200-sq mil)
terletak di wilayah batubara Appalachian di Amerika Serikat bagian timur, para
peneliti menafsirkan lapisan batubara telah diendapkan lower delta plain. Biasanya,
batubara diinterpretasikan sebagai batubara lower delta plain, di mana ditindih
oleh batuan payau hingga laut, memiliki kandungan sulfur yang lebih besar dari
2% hingga 75% atau lebih jenis sulfur pirit framboidal (Caruccio, et al., 1977)
. Di mana endapan diinterpretasikan sebagai splays air tawar yang menutupi di
atas permukaan gambut sebelum terjadi pengendapan batuan laut, gambut rupanya
terlindung hingga mengurangi bakteri sulfur yang menyebabkan kandungan sulfur
dalam gambut tetap rendah (Horne, et al., 1976).
Gambar 2 adalah
interpretasi dari lingkungan pengendapan setelah pengendapan lapisan coal. Data
menunjukkan bahwa tanggul dari distributary channel di bagian barat daya daerah
yang dimasuki dan batubara yang dipengaruhi laut melebar ke utara dan timur didalam
interdistributary bay. Gambar 3
menunjukkan distribusi sulfur diseminated pada lapisan target. Perbandingan
Gambar. 2 dan 3 menunjukkan hubungan yang diharapkan antara daerah dimana
batubara tersebut ditindih oleh lapisan batuan laut (bagian timur Gambar. 2)
dan konsentrasi sulfur yang lebih tinggi.
PENGARUH
STRUKTUR TERHADAP ENDAPAN BATUBARA
Perlipatan
Sekwen batuan yang
terdeformasi secara plastis dalam kondisi temperature dan tekanan tinggi dan
karenanya dapat dilipat menjadi serangkaian lapisan subparallel hingga paralel kearah
atas dan kearah bawah yang disebut anticlines dan synclines (lihat Gambar. 4).
Lipatan mungkin begitu kuat untuk mengangkat lapisan ke arah vertikal atau
bahkan ke posisi terbalik. Semua lapisan terangkat lebih rentan terhadap erosi
dengan bidang pengangkatan maksimum memiliki tingkat terbesar kerentanan. Perlipatan
lapisan batubara akan mempersulit upaya korelasi lapisan dari suatu lokasi ke
lokasi lainnya dan juga menjadi pegaruh besar terhadap penambangannya. Dalam kebanyakan
kasus terjadi peningkatan overburden lebih besar dibandingkan singkapan batubara
berlapis datar.
Patahan
Patahan adalah rekahan atau zona rekahan sepanjang bidang
yang mengalami perpindahan relative terhadap bidang lainnya. Patahan menjadi
pertimbangan penting dalam eksplorasi dan pertambangan batubara yang sifatnya kondisional
setempat. Patahan dapat mejadi suatu lokasi tidak menarik ditambang.
Ada beberapa jenis patahan
yang didefinisikan atas arah relatif gerak dari bidang patahan. Dua jenis patahan
yang paling sering ditemui dalam eksplorasi batubara adalah sesar normal dan sesar
naik. Sesar normal terjadi di mana blok di atas bidang sesar (hanging wall)
bergerak relative ke bawah terhadap blok yang lebih rendah (footwall) (Gambar.
5). Pengaruh terhadap pengeboran melalui sesar normal adalah terjadi pengurangan
urutan stratigrafi. Dalam
sesar naik terjadi hanging wall bergerak relative naik terhadap footwall, dan ada
bagian perulangan lapisan (Gbr. 6).
Joint
dan Cleat
Joint adalah rekahan dalam
massa batuan di mana tidak ada perpindahan bidang terjadi. Joint umumnya
planar, terjadi pada kelompok rekahan subparallel hingga paralel yang disebut set,
dan dapat memanjang secara vertikal dan lateral, dengan jarak dari beberapa
milimeter (inci) sampai dengan puluhan meter (kaki) atau lebih. Dimana jointing
lazim terdapat, hal itu dapat menjadi faktor dalam perencanaan tambang karena
mewakili bidang yang lemah dalam overburden dapat hancur selama penambangan. Karenanya
permukaan highwalls tambang kadang-kadang direncanakan untuk sejajar terhadap
kecenderungan orientasi dominan joint dan memberikan keuntungan untuk mendukung
peledakan dan pemindahan overburden.
Cleat yang terjadi secara
alami berupa rekahan pada lapisan batubara (terutama di batubara bituminous)
yang secara morfologis analog dengan jointing dalam batuan. Cleat biasanya
terjadi dalam dua set saling tegak lurus. Rekahan set dominan disebut face cleat.
Face cleat yang penetrative berupa rekahan yang berdekatan berfungsi sebagai saluran
utama untuk cairan seperti gas metana, yang merupakan produk sampingan dari
coalification dan air tanah. Butt cleat bersifat komplementer kurang dominan dan
biasanya berbentuk tidak teratur, rekahan nonpenetrative terhenti didepan face
cleat. Karena permeabilitanya, cleat pada umumnya, dan khususnya face cleat
sering terjadi mineralisasi dan endapan mineral seperti pirit, kalsit, dan
lain-lain. orientasi cleat dapat menjadi penting dalam perencanaan tambang
untuk sejumlah alasan yang sama seperti rekahan, yaitu, mereka mewakili bidang
alami yang lemah yang dapat memudahkan penggalian dan pemuatan lapisan batubara
tambang permukaan. Meskipun mungkin kurang penting dibandingkan jointing dalam
batuan, orientasi cleat dalam kasus-kasus tertentu menentukan tata letak
tambang dan arah pertambangan.
Intrusi
Klastik dan Batuan Beku
Struktur intrusi klastik dan
batuan beku kurang memberikan pengaruh besar dalam keberadaan batubara
dibandingkan struktur geologi lainnya yang telah dibahas. Pergeseran struktur
ini dapat berkisar dari beberapa milimeter (inch) hingga puluhan meter (kaki)
dan di beberapa lokasi pertambangan tertentu, dapat menimbulkan masalah yang
signifikan. Dalam kasus intrusi klastik, material penerobos (intrusi) adalah material
limbah dan harus dipisahkan dan dihilangkan dari batubara tetapi tidak mengubah
karakteristik fisik dari batubara. Dalam hal intrusi batuan beku, batubara di
sekitar intrusi secara termal diubah. Perubahan tersebut dapat mengakibatkan
peningkatan rank atau bahkan mematangkan batubara yang berdampingan langsung. Dalam
penambangannya akan bertambah dikarenakan batuan intrusi lebih keras
dibandingkan batubara dan batuan sedimen.
EVALUASI
ENDAPAN BATUBARA
Penentuan Jumlah Batubara di
suatu lokasi harus juga mengetahui seberapa besar lapisan penutupnya. Sejumlah
teknik geologi atau geofisika dapat digunakan untuk menyediakan data dalam
pemodelan geologi batubara. Di daerah di mana material penutup yang tidak terkonsolidasi
diendapkan pada permukaan atas bidang erosi dari batuan dasar, dengan teknik seismic
refraksi, seismik refleksi, atau, dalam beberapa kasus, survei gravitasi dapat
mengungkapkan konfigurasi permukaan batuan dasar. Bahkan patahan dengan pergeseran
vertikal tidak lebih kecil dari 6,1 m (20 ft), atau di bawah kondisi ideal 4,6
m (15 ft), dapat diidentifikasi dengan menggunakan teknik seismik (Daly, et
al., 1976). Jika terdapat intrusi batuan beku, dapat digunakan teknik gravitasi atau magnetic untuk membantu dalam definisi batas batuan
beku dan sedimen.
Semua teknik di atas dapat
membantu dalam kondisi tertentu, menyediakan data yang berguna untuk
explorationist batubara tetapi berlaku sebagai teknik eksplorasi umum, mereka
tidak memiliki kemampuan finalisasi hasil eksplorasi di industri batubara. Program
pengeboran yang direncanakan dengan baik tetap menjadi teknik eksplorasi utama
di industri batubara dan memberikan sebagian besar data dasar dari mana peta
batubara dan karakterisasi overburden dibuat dan di mana keputusan pertambangan
didasarkan.
Seluruh lubang bor eksplorasi
harus di log geofisika yang dijalankan segera setelah pengeboran selesai. Logging
geofisika efektif dapat mengurangi jumlah lubang bor yang dibutuhkan untuk
mengevaluasi properti dengan memaksimalkan data yang diperoleh dari setiap
lubang. Log geofisika berfungsi sebagai control terhadap log yang ditulis tangan
manual dan memberikan catatan yang tepat kedalaman batubara dan ketebalan. Log
geofisika dari lubang bor juga menyediakan cara untuk mengidentifikasi satuan
batuan dalam interval di mana core hilang dengan membandingkan respon alat
logging untuk satuan batuan yang berbeda dalam interval coring lainnya. Survey
geofisika lubang bor standar (density, gamma, resistivity) dapat memberikan
data sebagai berikut: (1) ketebalan batubara dan kedalaman; (2) Data litologi;
(3) Data pengendapan- berupa sifat kontak dan urutan vertical stratigrafi; (4) data
hidrologi-akuifer, zona sirkulasi yang hilang, kadar air; (5) identifikasi data
struktur dan urutan stratigrafi; (6) mengetahui dan korelasi interval batubara
tertentu ditambah dengan tanda khusus masing-masing; dan (7) mengetahui adanya
perubahan mineralogi, seperti perubahan, yang sulit untuk dibedakan dari cutting
pemboran (dimodifikasi dari Crowder, 1986).
Survei geofisika lebih
canggih dengan biaya lebih mahal dapat memberikan lebih banyak jenis data
seperti parameter kualitas abu batubara (ash), karbon, zat terbang (volatile
matter), kandungan panas, kelembaban, bahan mineral, dan rank. Crowder (1986)
memperkirakan biaya logging geofisika standar pada 10 sampai 20% dari total
anggaran pengeboran. Logging yang lebih canggih meningkatkan biaya sebanyak
50%. Daftar sebagian dari alat geofisika dan aplikasinya untuk eksplorasi
batubara diberikan pada Tabel 2.
Setelah serangkaiaan data
diperoleh, maka tugas berikutnya yang berat adalah mengkorelasikan lapisan
batubara. Perhatian ekstra diperlukan jika terdapat beberapa lapisan batubara
yang berdekatan. Identifikasi yang salah lapisan batubara dapat mengakibatkan
evaluasi menyesatkan dari jumlah sumberdaya, yang pada gilirannya dapat
menyebabkan kesulitan dalam aspek operasi pertambangan, persiapan, atau
pemasaran. Ahli geologi biasanya menggunakan karakteristik fisik dari
overburden, karakteristik fisika dan kimia dari lapisan batubara, tanda khas urutan
stratigrafi, tanda khusus pada log geofisika, dan data terkait lainnya untuk
membantu dalam identifikasi yang benar dan korelasi posisi lapisan batubara. Di
daerah yang lebih kompleks, data tambahan mungkin harus diperoleh di
bagian-bagian tertentu dengan pengeboran lubang spasi lebih dekat sebelum
korelasi dapat dibuat dengan keyakinan kuat.
Tahap berikutnya setelah
urutan stratigrafi diketahui adalah merekonstruksi peta kontur struktur dan
peta isopach. Contoh peta isopach pada Gambar 7 dan Peta isoleth pada Gambar 8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan topik pembahasan ...