Sabtu, 25 Februari 2017

EKSPLORASI BATUBARA (1)

EKSPLORASI BATUBARA

DEFINISI
Batubara secara  fisika dan kimia adalah substansi kompleks yang telah didefinisikan dengan cara yang berbeda selama bertahun-tahun. Saat ini, definisi yang paling banyak diterima adalah diadopsi dari American Society for Testing & Material (ASTM) sebagai berikut:

"Batubara adalah batuan mudah terbakar yang mengandung lebih dari 5O persen berat dan lebih dari 70 persen volume material karbon yang juga termasuk inherent moisture, terbentuk dari pemadatan dan indurasi tanaman berbagai jenis yang diubah sejenis gambut. Perbedaan dalam jenis tanaman (type), tingkat metamorfosis (rank), dan impurity (grade) menjadikan sebagai karakteristik  pengklasifikasian batubara (ASTM, 1970, p. 70). "
KLASIFIKASI

Karena kompleksitas sifat fisika dan kimia dan variasi penggunaannya, pengklasifikasian batubara menjadi pekerjaan yang tidak mudah. Banyak skema klasifikasi batubara telah diusulkan selama bertahun-tahun dengan menggunakan berbagai parameter sebagai kriteria. Dari berbagai pendekatan untuk klasifikasi, rank adalah salah satu yang lebih utama. Rank adalah tingkat dari kematangan termal batubara, yaitu, posisinya di urutan coalifikasi. Coalifikasi mengacu pada transformasi progresif gambut menjadi lignit, sub-bituminus, bituminus, dan antrasit. Sistem peringkat standar yang digunakan di Amerika Utara adalah sistem ASTM (Tabel 1). Hal ini didasarkan terutama pada fixed carbon, volatile matter, dan nilai kalori dan dikenal dengan peringkat istilah seperti lignit, bituminous, dan antrasit. Dalam sistem ASTM, istilah ini memiliki arti khusus berkaitan dengan parameter tersebut, tetapi mungkin bertentangan dengan makna yang diberikan untuk istilah yang sama di sistem klasifikasi negara lain.


Batubara juga diklasifikasikan berdasarkan jenis menjadi dua kategori besar: (1) sapropelic atau batubara tidak berlapis (nonbanded), dan (2) humic atau batubara berlapis (banded). Batubara tidak berlapis menunjukkan sedikit atau tidak ada stratifikasi yang jelas, bertekstur granular, cenderung homogen, dan berasal dari allochthonous. Contoh batubara nonbanded adalah batubara boghead, terutama terdiri dari sisa-sisa alga, dan batubara kusam, yang sebagian besar terdiri dari spora.
Sebaliknya batubara banded terdiri dari serangkaian lapisan yang sejajar dengan bidang perlapisan dan dapat dibedakan atas dasar karakteristik makroskopik seperti kilau, kekerasan, dll. Batubara berlapis ini dikenal sebagai litotipe dan terdiri dari maseral, yang merupakan komponen diidentifikasi secara mikroskopis pada batubara. Maseralnya didefinisikan atas dasar warna, morfologi, asosiasi, dan fluoresensi. Analisis maseral memainkan peran penting dalam evaluasi proses batubara dan menghasilkan informasi berharga mengenai paleoenvironment di mana batubara tersebut terbentuk, tingkat kematangan termal batubara (rank), dan kesesuaian untuk penggunaan tertentu. Batubara banded lebih berlimpah daripada nonbanded batubara dan merupakan sebagian besar sumber daya batubara di dunia.
GENESA BATUBARA
Batubara terbentuk oleh akumulasi dan terlestarikannya bahan organik (terutama dari tanaman) di lingkungan swamp, marsh dan bog. Material tanaman ini diubah menjadi gambut oleh proses biokimia yang kompleks yang prosesnya masih kurang dipahami oleh para ahl. Gambut terakumulasi relative sangat lambat dibandingkan umur manusia. Tingkat akumulasi di Florida dan Delta Mississippi adalah dari 0,5 s/d 1 mm / tahun, sedangkan di Kalimantan diketahui hingga 4 mm / tahun. Umumnya tingkat akumulasi lebih tinggi berada di iklim tropis dibandingkan di iklim dingin. Meskipun tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi sebagian diimbangi oleh tingkat dekomposisi lambat di iklim dingin. Gambut dapat menumpuk ketika tingkat akumulasi lebih tinggi dari laju dekomposisi. Kebanyakan batubara tua mungkin berasal daerah iklim tropis (Bustin, et al., 1983).
Sesuai perubahan kondisi geologi di daerah pembentuk gambut, endapan gambut dapat menjadi tertutupi oleh batuan sedimen. Sedimentasi dapat berlanjut terus untuk waktu yang sangat lama dan ketika didukung oleh penurunan cekungan pengendapan, dapat mengakibatkan timbunan endapan gambut kurang dari ribuan meter (kaki) pada batuan sedimen. Panas dan tekanan yang dihasilkan oleh berat kolom sedimen dan proses biokimia dan geokimia menyebabkan batubara ditingkatkan rank-nya. Tingkat coalifikasi dicapai terutama akibat dari suhu dan lamanya waktu pemanasan. Umumnya peningkatan susunan stratigrafi meningkatkan suhu secara seragam sesuai perubahan kedalaman, Batubara pada timbunan yang dalam umumnya memiliki rank tinggi. Umumnya peningkatan rank diimbangi dengan penurunan  porositas, volume, volatile matter, dan kandungan air, sementara fixed carbon, density, nilai kalori, dan reflektans meningkat.
Produk sampingan utama coalifikasi adalah metana, karbon dioksida, dan air. Air hilang pada awal proses coalifikasi dan rasio metana dan karbon dioksida meningkat sesuai rank (Bustin, 1983). Sejumlah volume besar metana dapat dihasilkan selama coalifikasi dan dapat diproduksi dan dipasarkan. Bahkan di Black Warrior Basin of Alabama, 25% dari produksi gas alam tahunan saat ini berasal dari degasifikasi dari lapisan batubara dalam.
LINGKUNGAN PENGENDAPAN
Ketebalan, distribusi lateral, komposisi, dan kualitas lapisan batubara ditentukan sebagian besar oleh lingkungan pengendapan. Selain itu Horne, et al. (1978) menemukan bahwa karakteristik tersebut ditentukan oleh lingkungan pengendapan yang selajutnya diendapkan gambut. Topografi lingkungan pengendapan awal memungkinkan gambut tersebut tersimpan dan karena itu mempengaruhi ketebalan dan sebaran lateral. Perubahan geologi terhadap lingkungan pengendapan yang telah terbentuk mempengaruhi kontinuitas dan komposisi gambut yang kemungkinan menyebabkan sebagian atau seluruh gambut tererosi atau jika gambut terpapar air payau atau air laut yang dapat merubah komposisi kimia gambut dan selanjutnya merubah kualitas batubara.
Lingkungan pembentukan batubara dapat dibagi menjadi dua kategori: (1) paralik yang berkenaan dengan system kelautan pantai (coastal) atau laut dekat pantai (near-coastal marine), dan  (2) limnic yang berkaitan dengan batubara terbentuk di pedalaman, biasanya di daerah intermontane dan dalam kondisi air tawar. Umumnya, batubara limnic ditandai dengan lapisan tebal namun terbatas secara lateral. Meskipun sejumlah lapisan batubara di Amerika Serikat bagian barat berasal dari daerah limnic, tetapi sebagian besar tambang batubara Amerika Utara tampaknya telah terbentuk di lingkungan paralik.
Lingkungan paralik dapat terjadi pada back barrier, deltaic, atau coastal dan interdeltaic (Bustin, 1983). Batubara pada back barrier membentuk dataran barrier islands yang seringkali didalam cekungan abandoned lagoonal yang terbentuk antara barrier islands dan mainland. Batubara di back barrier biasanya agak tipis dengan endapan yang secara lateral tidak menerus yang memanjang sejajar dengan arah strike pengendapan dan biasanya tinggi kandungan sulfur dan abu.
Batubara di coastal plain pada dataran rendah relatif datar, memiliki water table yang tinggi dan sedikit masuknya batuan sedimen. Beberapa batubara Appalachian Amerika Serikat bagian timur mungkin telah diendapkan dalam sistem coastal plain. Rawa saat sekarang merupakan coastal plain yang aktif terakumulasi gambut meliputi daerah rawa Everglades, Florida dan Okefenokee, Georgia (Bustin, 1983).
Banyak batubara tua ditafsirkan telah terbentuk dalam sistem delta dan karenanya penyelidikan intensif dilaksanakan pada lingkungan delta.
Menurut Horne, et al. (1978). Pemodelan batubara pada lingkungan pengendapan delta dapat digunakan untuk memprediksi kecenderungan endapan skala besar batubara dalam skala regional dan karena itu berguna dalam tahap awal eksplorasi batubara. Selanjutnya variasi skala kecil terhadap ketebalan batubara, kualitas, dan kontinuitas lateral seringkali dapat diprediksikan, memberikan data yang dapat sangat bernilai dalam perencanaan dan pengembangan tambang.

Ilustrasi berikut (Gambar. 1) berasal dari database rinci dikembangkan dari batuan umur Carboniferous sebagai pembawa batubara di Kentucky timur dan barat daya Virginia dan dari lingkungan yang sama di wilayah pantai. Gambar 1 menggambarkan tipe bentuk dan kemenerusan lateral endapan batubara yang terbentuk dalam system delta.


Batubara yang terbentuk di lingkungan lower delta plain biasanya memanjang sejajar dengan dip karena satu-satunya lingkungan cocok untuk akumulasi gambut yang berdekatan dengan tanggul yang relatif sempit di kedua sisi distributary channels. Interdistributary bays berada antara distributary channels dan lokasi teluk terakumulasi sedimen detrital berbutir halus. Lokasi akumulasi gambut di lower delta plain umumnya terbatas panjangnya, area yang relatif sempit antara tanggul dan interdistributary bays. Batubara di lower delta plain biasanya relatif tipis dan mengandung split yang disebabkan oleh celah terjal menerobos tanggul yang berkembang kurang baik di sepanjang distributary channel.
Batubara di upper delta plain-fluvial juga cenderung memanjang ke arah dip meskipun mereka tidak menerus seperti batubara di  lower delta plain. Endapan batubara biasanya dibentuk seperti pod-shaped pada flood plains yang berdekatan bersamaan dengan adanya saluran meandering dan menunjukkan ketebalan bervariasi yang signifikan pada jarak pendek. Serupa dengan kondisi batubara di lower delta plain, banyak terdapat split terjadi di dekat tanggul yang berbatasan saluran aktif karena splays. Perpindahan saluran meandering pasca-pengendapan juga dapat menghambat sekuen sedimentasi dengan mengikis endapan batubara dan menghasilkan "washouts."
Di beberapa tempat, zona transisi berada di antara lingkungan lower dan upper delta plain yang menunjukkan karakteristik sekuen keduanya. Di zona transisi antara lower dan upper delta plains, banyak dari interdistributary bays (flood basins) yang terjadi diantara distributary channels telah diisi dengan sedimen dan membentuk cekungan luas di mana rawa batubara yang luas dapat berkembang. Cekungan besar yang relatif tidak terganggu menyediakan lingkungan yang menguntungkan bagi pembentukan endapan batubara yang biasanya lebih meluas secara lateral dibandingkan lower dan upper delta plain. Batubara terbentuk di zona transisi ini memiliki karakteristik batubara di upper dan lower delta plain seperti adanya split yang berkembang di dekat tanggul dan washouts pasca-pengendapan. Sebagian besar lapisan batubara bernilai lebih ekonomis penting di wilayah Appalachian diinterpretasikan telah terbentuk di zona transisi antara lower dan upper delta plains.
Dari pembahasan singkat di atas, jelas bahwa dalam tahap awal eksplorasi, pengetahuan tentang lingkungan pengendapan yang mengontrol bentuk dan konfigurasi tubuh batubara akan memungkinkan ahli eksplorasi untuk merancang program pengeboran untuk menghasilkan efektivitas maksimum dan efisiensi dalam mendefinisikan endapan batubara. Pada tahap perencanaan tambang dimana eksplorasi pengeboran dan evaluasi yang lebih rinci mungkin diinginkan untuk memprediksi daerah batubara tebal dan / atau berkualitas tinggi.
Lingkungan pengendapan juga sebagian menentukan kandungan sulfur dari endapan batubara. Sulfur dalam bentuk besi sulfida (terutama pirit) terjadi dalam beberapa cara dalam batubara. Bentuk halus disseminated kadang-kadang disebut sebagai pirit framboidal adalah bentuk pirit paling reaktif dan yang paling sulit untuk dihilangkan. Begitu halusnya menyebar ke seluruh batubara yang tidak dapat dihilangkan secara efektif dalam tes pencucian di float-sink. Penelitian menunjukkan bahwa pirit framboidal berasal dari sulfur yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang ditemukan di laut pada perairan payau, tapi tidak ada di air tawar. Dibuktikan oleh (Ferm, 1976;. Caruccio, et al, 1977) bahwa pirit framboidal paling sangat terkait dengan batubara yang ditindih oleh batuan atap yang terendapkan di lingkungan laut hingga air payau. Kondisi berbeda terjadi ketika lapisan sedimen menutupi lebih dahulu yang melindungi endapan gambut dari masuknya air laut hingga air payau karena proses transgresi. Oleh karena itu batubara yang terbentuk di lingkungan back barrier hingga lower delta plain lebih memungkinkan untuk ditindih oleh lapisan sedimen diendapkan dalam lingkungan laut hingga air payau dan karenanya akan lebih mungkin mengandung jumlah yang lebih tinggi pirit framboidal.
Batubara yang terbentuk di lingkungan transitional lower delta plain adalah lokasi campuran air tawar dan payau hingga air laut dan karenanya sangat bervariasi dalam kandungan sulfurnya. Umumnya batubara pada lingkungan transitional lower delta plain dianggap lebih rendah kandungan pirit framboidäl dibandingkan batubara diendapkan di lower delta plain dan back barrier. Kecenderungan ini diperkirakan akan terus berlanjut selama batubara terbentuk lebih tinggi dari lokasi delta plain dalam sistem fluvial-upper delta plain di mana pengaruh laut jarang terjadi. Batubara ini umumnya dianggap lebih rendah kandungan sulfur pirit halus disseminated dibandingkan batubara yang terbentuk dalam sistem pengendapan delta plain lainnya. Pemahaman tentang sistem pengendapan di mana tempat terdapatnya batubara terbentuk sehingga dapat digunakan untuk memprediksi jumlah dan jenis sulfur yang ada dan untuk memberikan panduan dalam eksplorasi batubara rendah sulfur dalam daerah di mana kandungan sulfur biasanya tinggi.
Penyelidikan oleh Caruccio, et al. (1977) dan Horne, et al. (1976), sebagai contoh untuk menggambarkan potensi kegunaan untuk perusahaan tambang memahami sejarah pengendapan lapisan batubara. Menggunakan data base 450 lubang bor inti pada area seluas 518-km2 (area 200-sq mil) terletak di wilayah batubara Appalachian di Amerika Serikat bagian timur, para peneliti menafsirkan lapisan batubara telah diendapkan lower delta plain. Biasanya, batubara diinterpretasikan sebagai batubara lower delta plain, di mana ditindih oleh batuan payau hingga laut, memiliki kandungan sulfur yang lebih besar dari 2% hingga 75% atau lebih jenis sulfur pirit framboidal (Caruccio, et al., 1977) . Di mana endapan diinterpretasikan sebagai splays air tawar yang menutupi di atas permukaan gambut sebelum terjadi pengendapan batuan laut, gambut rupanya terlindung hingga mengurangi bakteri sulfur yang menyebabkan kandungan sulfur dalam gambut tetap rendah (Horne, et al., 1976).

Gambar 2 adalah interpretasi dari lingkungan pengendapan setelah pengendapan lapisan coal. Data menunjukkan bahwa tanggul dari distributary channel di bagian barat daya daerah yang dimasuki dan batubara yang dipengaruhi laut melebar ke utara dan timur didalam interdistributary bay. Gambar  3 menunjukkan distribusi sulfur diseminated pada lapisan target. Perbandingan Gambar. 2 dan 3 menunjukkan hubungan yang diharapkan antara daerah dimana batubara tersebut ditindih oleh lapisan batuan laut (bagian timur Gambar. 2) dan konsentrasi sulfur yang lebih tinggi.





PENGARUH STRUKTUR TERHADAP ENDAPAN BATUBARA
Perlipatan
Sekwen batuan yang terdeformasi secara plastis dalam kondisi temperature dan tekanan tinggi dan karenanya dapat dilipat menjadi serangkaian lapisan subparallel hingga paralel kearah atas dan kearah bawah yang disebut anticlines dan synclines (lihat Gambar. 4). Lipatan mungkin begitu kuat untuk mengangkat lapisan ke arah vertikal atau bahkan ke posisi terbalik. Semua lapisan terangkat lebih rentan terhadap erosi dengan bidang pengangkatan maksimum memiliki tingkat terbesar kerentanan. Perlipatan lapisan batubara akan mempersulit upaya korelasi lapisan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dan juga menjadi pegaruh besar terhadap penambangannya. Dalam kebanyakan kasus terjadi peningkatan overburden lebih besar dibandingkan singkapan batubara berlapis datar.



Patahan
Patahan  adalah rekahan atau zona rekahan sepanjang bidang yang mengalami perpindahan relative terhadap bidang lainnya. Patahan menjadi pertimbangan penting dalam eksplorasi dan pertambangan batubara yang sifatnya kondisional setempat. Patahan dapat mejadi suatu lokasi tidak menarik ditambang.
Ada beberapa jenis patahan yang didefinisikan atas arah relatif gerak dari bidang patahan. Dua jenis patahan yang paling sering ditemui dalam eksplorasi batubara adalah sesar normal dan sesar naik. Sesar normal terjadi di mana blok di atas bidang sesar (hanging wall) bergerak relative ke bawah terhadap blok yang lebih rendah (footwall) (Gambar. 5). Pengaruh terhadap pengeboran melalui sesar normal adalah terjadi pengurangan urutan stratigrafi. Dalam sesar naik terjadi hanging wall bergerak relative naik terhadap footwall, dan ada bagian perulangan lapisan (Gbr. 6).




Joint dan Cleat
Joint adalah rekahan dalam massa batuan di mana tidak ada perpindahan bidang terjadi. Joint umumnya planar, terjadi pada kelompok rekahan  subparallel hingga paralel yang disebut set, dan dapat memanjang secara vertikal dan lateral, dengan jarak dari beberapa milimeter (inci) sampai dengan puluhan meter (kaki) atau lebih. Dimana jointing lazim terdapat, hal itu dapat menjadi faktor dalam perencanaan tambang karena mewakili bidang yang lemah dalam overburden dapat hancur selama penambangan. Karenanya permukaan highwalls tambang kadang-kadang direncanakan untuk sejajar terhadap kecenderungan orientasi dominan joint dan memberikan keuntungan untuk mendukung peledakan dan pemindahan overburden.

Cleat yang terjadi secara alami berupa rekahan pada lapisan batubara (terutama di batubara bituminous) yang secara morfologis analog dengan jointing dalam batuan. Cleat biasanya terjadi dalam dua set saling tegak lurus. Rekahan set dominan disebut face cleat. Face cleat yang penetrative berupa rekahan yang berdekatan berfungsi sebagai saluran utama untuk cairan seperti gas metana, yang merupakan produk sampingan dari coalification dan air tanah. Butt cleat bersifat komplementer kurang dominan dan biasanya berbentuk tidak teratur, rekahan nonpenetrative terhenti didepan face cleat. Karena permeabilitanya, cleat pada umumnya, dan khususnya face cleat sering terjadi mineralisasi dan endapan mineral seperti pirit, kalsit, dan lain-lain. orientasi cleat dapat menjadi penting dalam perencanaan tambang untuk sejumlah alasan yang sama seperti rekahan, yaitu, mereka mewakili bidang alami yang lemah yang dapat memudahkan penggalian dan pemuatan lapisan batubara tambang permukaan. Meskipun mungkin kurang penting dibandingkan jointing dalam batuan, orientasi cleat dalam kasus-kasus tertentu menentukan tata letak tambang dan arah pertambangan.
Intrusi Klastik dan Batuan Beku
Struktur intrusi klastik dan batuan beku kurang memberikan pengaruh besar dalam keberadaan batubara dibandingkan struktur geologi lainnya yang telah dibahas. Pergeseran struktur ini dapat berkisar dari beberapa milimeter (inch) hingga puluhan meter (kaki) dan di beberapa lokasi pertambangan tertentu, dapat menimbulkan masalah yang signifikan. Dalam kasus intrusi klastik, material penerobos (intrusi) adalah material limbah dan harus dipisahkan dan dihilangkan dari batubara tetapi tidak mengubah karakteristik fisik dari batubara. Dalam hal intrusi batuan beku, batubara di sekitar intrusi secara termal diubah. Perubahan tersebut dapat mengakibatkan peningkatan rank atau bahkan mematangkan batubara yang berdampingan langsung. Dalam penambangannya akan bertambah dikarenakan batuan intrusi lebih keras dibandingkan batubara dan batuan sedimen.

EVALUASI ENDAPAN BATUBARA
Penentuan Jumlah Batubara di suatu lokasi harus juga mengetahui seberapa besar lapisan penutupnya. Sejumlah teknik geologi atau geofisika dapat digunakan untuk menyediakan data dalam pemodelan geologi batubara. Di daerah di mana material penutup yang tidak terkonsolidasi diendapkan pada permukaan atas bidang erosi dari batuan dasar, dengan teknik seismic refraksi, seismik refleksi, atau, dalam beberapa kasus, survei gravitasi dapat mengungkapkan konfigurasi permukaan batuan dasar. Bahkan patahan dengan pergeseran vertikal tidak lebih kecil dari 6,1 m (20 ft), atau di bawah kondisi ideal 4,6 m (15 ft), dapat diidentifikasi dengan menggunakan teknik seismik (Daly, et al., 1976). Jika terdapat intrusi batuan beku, dapat digunakan teknik  gravitasi atau  magnetic  untuk membantu dalam definisi batas batuan beku dan sedimen.
Semua teknik di atas dapat membantu dalam kondisi tertentu, menyediakan data yang berguna untuk explorationist batubara tetapi berlaku sebagai teknik eksplorasi umum, mereka tidak memiliki kemampuan finalisasi hasil eksplorasi di industri batubara. Program pengeboran yang direncanakan dengan baik tetap menjadi teknik eksplorasi utama di industri batubara dan memberikan sebagian besar data dasar dari mana peta batubara dan karakterisasi overburden dibuat dan di mana keputusan pertambangan didasarkan.
Seluruh lubang bor eksplorasi harus di log geofisika yang dijalankan segera setelah pengeboran selesai. Logging geofisika efektif dapat mengurangi jumlah lubang bor yang dibutuhkan untuk mengevaluasi properti dengan memaksimalkan data yang diperoleh dari setiap lubang. Log geofisika berfungsi sebagai control terhadap log yang ditulis tangan manual dan memberikan catatan yang tepat kedalaman batubara dan ketebalan. Log geofisika dari lubang bor juga menyediakan cara untuk mengidentifikasi satuan batuan dalam interval di mana core hilang dengan membandingkan respon alat logging untuk satuan batuan yang berbeda dalam interval coring lainnya. Survey geofisika lubang bor standar (density, gamma, resistivity) dapat memberikan data sebagai berikut: (1) ketebalan batubara dan kedalaman; (2) Data litologi; (3) Data pengendapan- berupa sifat kontak dan urutan vertical stratigrafi; (4) data hidrologi-akuifer, zona sirkulasi yang hilang, kadar air; (5) identifikasi data struktur dan urutan stratigrafi; (6) mengetahui dan korelasi interval batubara tertentu ditambah dengan tanda khusus masing-masing; dan (7) mengetahui adanya perubahan mineralogi, seperti perubahan, yang sulit untuk dibedakan dari cutting pemboran (dimodifikasi dari Crowder, 1986).
Survei geofisika lebih canggih dengan biaya lebih mahal dapat memberikan lebih banyak jenis data seperti parameter kualitas abu batubara (ash), karbon, zat terbang (volatile matter), kandungan panas, kelembaban, bahan mineral, dan rank. Crowder (1986) memperkirakan biaya logging geofisika standar pada 10 sampai 20% dari total anggaran pengeboran. Logging yang lebih canggih meningkatkan biaya sebanyak 50%. Daftar sebagian dari alat geofisika dan aplikasinya untuk eksplorasi batubara diberikan pada Tabel 2.



Setelah serangkaiaan data diperoleh, maka tugas berikutnya yang berat adalah mengkorelasikan lapisan batubara. Perhatian ekstra diperlukan jika terdapat beberapa lapisan batubara yang berdekatan. Identifikasi yang salah lapisan batubara dapat mengakibatkan evaluasi menyesatkan dari jumlah sumberdaya, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesulitan dalam aspek operasi pertambangan, persiapan, atau pemasaran. Ahli geologi biasanya menggunakan karakteristik fisik dari overburden, karakteristik fisika dan kimia dari lapisan batubara, tanda khas urutan stratigrafi, tanda khusus pada log geofisika, dan data terkait lainnya untuk membantu dalam identifikasi yang benar dan korelasi posisi lapisan batubara. Di daerah yang lebih kompleks, data tambahan mungkin harus diperoleh di bagian-bagian tertentu dengan pengeboran lubang spasi lebih dekat sebelum korelasi dapat dibuat dengan keyakinan kuat.
Tahap berikutnya setelah urutan stratigrafi diketahui adalah merekonstruksi peta kontur struktur dan peta isopach. Contoh peta isopach pada Gambar 7 dan Peta isoleth pada Gambar 8.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan topik pembahasan ...