Kamis, 16 Maret 2017

AYAKAN GETAR (VIBRATING SCREEN)




MINERAL PROCESSING (1)

AYAKAN GETAR (VIBRATING SCREEN)



Industri pengolahan mineral sudah lama menggunakan ayakan getar (vibrating screen) sebagai media pemilahan ukuran material. Pembagian jenis ayakan getar disesuaikan dengan arah getar ayakan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Arah gerakan ayunan vibrating screen dan aplikasinya



Ayakan bergetar (vibrating screen) adalah jenis ayakan yang paling banyak digunakan untuk produksi agregat. Gambar 1 menunjukkan ayakan yang terdiri atas beberapa deck. Kerangka baja dapat dirancang untuk memungkinkan dipasangkan satu atau lebih ayakan satu di atas yang lain. Setiap ayakan disebut sebagai dek. Getaran diperoleh melalui suatu poros eksentrik, poros dengan counterweight, atau elektromagnet melekat pada rangka atau ke ayakan.

Gambar 1. Ayakan getar yang terdiri atas 2 dek


Ayakan terpasang dengan kemiringan kecil dari posisi penerima umpan (receiving) ke ujung keluaran (discharge), yang dikombinasikan dengan getaran, menyebabkan agregat mengalir di atas permukaan ayakan. Sebagian besar partikel yang lebih kecil dari bukaan ayakan akan turun melalui ayakan, sedangkan material lebih besar dari lubang ayakan akan mengalir pada bagian akhir ayakan. Untuk ayakan yang terdiri atas beberapa dek berbagai ukuran bukaan efisiensinya semakin kecil untuk setiap dek kearah bawah.

Sebuah ayakan tidak akan meloloskan semua material yang ukuran yang sama atau kurang dari dimensi bukaan di ayakan. Beberapa bagian material ini dapat tertahan dan dibawa keakhir keluaran (discharge) ayakan. Efisiensi ayakan dapat didefinisikan sebagai rasio jumlah material yang lolos bukaan ayakan dibagi dengan jumlah total material dimana merupakan material yang cukup kecil yang lolos bukaan ayakan, dengan rasio dinyatakan sebagai persen. Efisiensi tertinggi diperoleh pada ayakan dek tunggal, biasanya sebesar 90 sampai 95 persen. Dek tambahan yang dipasangkan efisiensinya akan berkurang, menjadi sekitar 85 persen untuk dek kedua dan 75 persen untuk dek ketiga.
Kapasitas ayakan adalah jumlah ton bahan yang yang lolos per jam melalui 1 sq ft ayakan. Kapasitas akan bervariasi sesuai dengan ukuran bukaan, jenis material diayak, kadar air, dan faktor lainnya. Karena faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas ayakan itu akan jarang diperoleh kapasitas yang tepat. Jika angka ton material yang diberikan harus lolos per jam pada sebuah ayakan, maka prakteknya harus ditambahkan dari total material dengan 10 hingga 25 persen lebih besar dari jumlah yang akan disaring.
Grafik pada Gambar. 2 menunjukkan kapasitas untuk pengayakan material kering yang dapat digunakan sebagai panduan dalam memilih ukuran ayakan yang sesuai dengan aliran material tertentu. Kapasitas yang diberikan dalam grafik harus dimodifikasi untuk penggunaan dengan faktor koreksi yang tepat.

Gambar 2. Grafik kapasitas ayakan


Tabel 2 memberikan faktor dimana nilai-nilai grafik kapasitas dapat dikalikan untuk mendapatkan kapasitas efisiensi yang terkoreksi.

Tabel 2. Faktor efisiensi


Faktor dek ini merupakan faktor yang nilainya akan berbeda dengan posisi dek tertentu untuk ayakan multi-dek. Nilai-nilai yang diberikan disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Faktor dek



Faktor ukuran agregat kapasitas ayakan diberikan pada Gambar. 2 didasarkan pada pengayakan material kering yang tersusun atas ukuran partikel seperti akan didapatkan dari output dari crusher. Jika material yang akan diayak mengandung surplus ukuran kecil, kapasitas ayakan akan meningkat, sedangkan jika material mengandung surplus ukuran besar, kapasitas ayakan akan berkurang. Tabel 4 memberikan faktor yang mewakili koreksi pengaruh ukuran partikel halus atau kasar yang dapat diterapkan untuk kapasitas produksi ayakan.
Tabel 4. Faktor ukuran agregat



Dalam menentukan ukuran ayakan yang dibutuhkan menggunakan Gambar 2 memberikan kapasitas teoritis ayakan dalam ton per jam per kaki persegi berdasarkan berat material 100       lb per kaki kubik (1,602 ton/m3) batuan di crusher. Kapasitas ayakan yang dikoreksi menggunakan rumus
Q = ACEDG (1-1)

dimana         Q = kapasitas ayakan (capacity of screen), tph
A = luas ayakan (area of screen), sq ft
C = kapasitas teoritis ayakan (theoretical capacity of screen), tph per sq ft
E = factor efisiensi (efficiency factor)
D = factor dek (deck factor)
G = factor ukuran agregat (aggregate-size factor)
Luas ukuran ayakan minimum yang dibutuhkan sesuai jumlah kapasitas menggunakan rumus

A = Q/(CEDG) (1-2)

Contoh soal. Tentukan ukuran ayakan 4 dek dan distribusi butir batu pecah kering setelah melalui proses pengayakan. Diketahui hasil peremukan jaw crusher ukuran 610 x 916 dengan open-side setting 3 in, kapasitas 114 tph (dasar acuan berat 100 lb/ft3 =  1,602 t/m3) terdiri atas aggregate dengan ukuran 1/4 – 0 in (11%); 1 - 1/4 in (22%); 11/4 – 1 in (5%); 2 - 11/4 in (20%); dan > 2 in (42%).
Q      = 114 tph
C      = 3,8 tph per ft persegi (Gambar 2)
E      = 1 (Tabel 2)
D      = 1 (Tabel 3)
G      = 0,8 (Tabel 4)
Maka :
A      = 114/(3,38 x 1 x 1 x 0,8)
        = 37,5 ft persegi (ukuran ayakan ideal 4 ft x 10 ft)

Distribusi ukuran butir disajikan pada Tabel 5.


Setelah melalui proses pengayakan getar (vibrating screen), terjadi peningkatan produksi oversize deck 1 hingga deck 4, namun sebaliknya hasil produksi undersize deck 4 menurun menjadi 6,55%. Peningkatan dan penurunan hasil produksi pengayakan dibandingkan hasil produksi jaw crusher dikarenakan perbedaan efisiensi deck ayakan yang bervariasi.



Minggu, 05 Maret 2017

GROUND VIBRATION DALAM KEGIATAN BLASTING BATUAN



GROUND VIBRATION DALAM KEGIATAN BLASTING
Ground vibration adalah pergerakan seismik di tanah yang disebabkan oleh peledakan batuan, pemancangan tiang, lalu lintas, penggalian, getaran akibat pemadatan dan lain-lain, yang merupakan bentuk transportasi energi melalui tanah, dapat merusak struktur yang berdekatan ketika getaran mencapai tingkat tertentu. Beberapa jenis energi yang dilepaskan dari peledakan (blasting) merambat ke segala arah dari lubang ledak sebagai gelombang seismik dengan frekuensi yang berbeda. Energi dari gelombang seismik teredam oleh jarak dan gelombang dengan frekuensi tertinggi yang teredam lebih cepat. Ini berarti bahwa rambatan frekuensi dominan dari suatu ledakan adalah frekuensi tinggi dalam jarak pendek dan frekuensi lebih rendah pada jarak yang lebih jauh.

Besaran ground vibration tergantung atas :
  • Kuantitas bahan peledak
  • constriction
  • Karakteristik batuan
  • Jarak dari lokasi peledakan
  • Geologi yang terdapat pada lapisan batuan bumi


Dengan memilih metode peledakan, pengeboran yang benar dan pola peledakan maka besaran ground vibration dapat dikendalikan.


Ground vibration adalah suatu jenis gelombang seismik yang kompleks dan terdiri dari berbagai jenis gelombang :

* P-wave. P-wave juga disebut gelombang primer atau kompresi. Ini adalah gelombang paling cepat merambat melalui tanah. Partikel-partikel dalam gelombang bergerak ke arah yang sama dengan propagasi gelombang. Kepadatan materi akan berubah ketika dilewati gelombang.

S-wave. S-wave juga disebut gelombang sekunder atau shear wave.               Bergerak melalui medium pada sudut yang sesuai terhadap propagasi               gelombang tetapi lebih lambat dari P-wave. S-wave merubah bentuk materi       tetapi tidak merubah kepadatannya.


Kedua gelombang untuk P-wave dan S-wave disebut sebagai body wave.
* R-wave. R-wave (gelombang Rayleigh) adalah gelombang permukaan yang memudar cepat sesuai perubahan kedalaman. Merambat lebih lambat dari gelombang P dan S dan partikel bergerak eliptik dalam bidang vertikal dan di arah yang sama dengan propagasi.
Pengukuran ground vibration biasanya dilakukan pada satu atau beberapa titik di permukaan tanah. Untuk analisis total, prakteknya adalah untuk mengukur dalam tiga arah: vertikal, longitudinal dan transversal. Biasanya komponen vertikal yang dominan pada jarak lebih pendek. Oleh karena itu biasanya cukup untuk mengukur dalam arah vertikal. Untuk analisis getaran dari nilai yang terukur, fenomena getaran dapat dicatat sebagai fungsi dari riwayat waktu ke waktu. Kemudian displacement, particle velocity dan acceleration dapat direkam.

Aturan dasarnya adalah bahwa vibration velocity diukur pada struktur bangunan dll dengan geophone dan acceleration pada instalasi komputer dll dengan accelerometer. Jika vibration velocity diukur, acceleration dapat dihitung dan sebaliknya. Parameter yang paling menarik diperhatikan adalah pada kriteria kerusakan struktur bangunan yang perlu dilindungi dari getaran.

Rekomendasi Kriteria Kerusakan

Pengalaman hasil pengukuran selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa particle velocity dari ground vibration yang mempengaruhi pondasi bangunan merupakan parameter terbaik untuk kriteria risiko kerusakan. Ground vibration merupakan getaran berbentuk gelombang sinus, particle velocity dapat dihitung dengan rumus berikut :

v =  2∏fA

dimana      v = particle velocity (mm/sec)
f = frekuensi (periods/sec)
A = displacement dalam mm

Dari rumus diatas, acceleration getaran dapat dihitung dengan rumus :
a = 4∏2f2A

dimana       a = acceleration dalam g (9.81 m/sec2)
A = displacement dalam mm

Pengendalian particle velocity penting dilakukan, seperti yang telah dibuktikan berbanding lurus dengan stres yang diterima bahan bangunan. Hubungan antara particle velocity dan stres dalam kondisi yang ideal, ketika bidang gelombang kejut melewati media elastis dapat dinyatakan sebagai berikut:

y = v/c

dimana      y = shearing angle (mm/m)
v = particle velocity (mm/sec)
                 c = propagation velocity (m/sec) 

Untuk merekomendasikan batasan realistis ground vibration terhadap bangunan, harus dikonsultasikan dengan ahli yang berpengalaman intensif bidang peledakan batuan dan evaluasi hasil pengukuran getaran. Pembatasan dalam hal pengurangan tingkat getaran akan meningkatkan biaya pengeboran dan peledakan yang disarankan. Untuk alasan tersebut diperlukan untuk memulai semua operasi peledakan di daerah yang berpenduduk dengan menginspeksi bangunan sekitarnya. Selanjutnya dianalisis risiko untuk menilai sensitivitas ground vibration terhadap bangunan dan pondasi.


Parameter yang paling penting adalah:
  • Resistensi bahan bangunan terhadap getaran.
  • Kondisi umum bangunan.
  • Durasi dan karakter dari ground vibration.
  • Keterdapatan peralatan yang peka terhadap ground vibration di dalam gedung.
  • Bagaimana fondasi dibangun.
  • Kualitas fondasi.
  • Kecepatan dari perambatan gelombang terhadap batuan, tanah dan bahan bangunan.

Tabel berikut menunjukkan nilai yang biasanya diperbolehkan dan yang digunakan untuk mengevaluasi potensi risiko kerusakan melalui ground vibration untuk perumahan standar. Meskipun vibration velocity dinyatakan sebagai nilai yang diizinkan itu adalah sudut geser yang menentukan dimensi. Akurasi dari nilai-nilai dalam tabel tersebut telah dikonfirmasi dalam ratusan hingga ribuan pembacaan selama lebih dari 40 tahun.



Dalam kondisi bangunan tua berkualitas rendah, biasanya menurunkan vibration velocity yang diijinkan dari 70 mm/detik menjadi 50 mm/detik, pada gedung-gedung beton ringan harus turun menjadi 35 mm/detik. Sebaliknya ada kemungkinan dengan nilai-nilai kecepatan lebih dari 100 mm/detik yang dicapai tanpa merusak bangunan. Dalam kasus operasi peledakan tersendiri, struktur beton kokoh dapat tahan dengan nilai melebihi 150 mm/detik.
Jika nilai-nilai batas pada tabel di atas terkait "no visible cracking" dipindahkan ke grafik ketiga, kurva akan terlihat seperti pada kurva 3 di Gambar 4. Namun dalam kurva batas nilai untuk bangunan yang didirikan di atas batuan telah berkurang dari 70 mm/detik menjadi 50 mm/detik. Kurva 3 dapat dikatakan mewakili nilai-nilai batas yang direkomendasikan untuk daerah pemukiman normal. Untuk frekuensi melebihi 40 Hz kecepatan partikel (particle velocity) menjadi kriteria untuk kerusakan tetapi pada frekuensi yang lebih rendah displacement merupakan kriteria yang menentukan.
Frekuensi dominan untuk getaran yang melalui  jenis batuan lunak, moraine, pasir, kerikil, tanah liat dll lebih rendah daripada granit. Hal ini ditunjukkan pada tabel di atas dan kurva 3 yang mencerminkan frekuensi yang lebih rendah di mana displacement digunakan sebagai kriteria menentukan. Kurva 2 pada Gambar 4 merupakan nilai-nilai di mana bangunan menerima kerusakan langsung. (Langefors dan Kihlstrom, 1967.)
Harus dipahami bahwa kurva 3 hanya menunjukkan nilai batas yang dianjurkan dan penilaian ahli diperlukan untuk menentukan lebih akurat atas nilai-nilai batas atas yang harus ditetapkan untuk struktur yang berdekatan dengan operasi peledakan.



Kriteria untuk kerusakan dan rekomendasi:

Kurva 1: Batas atas yang direkomendasikan untuk instalasi komputer dengan                  durasi getaran kurang dari 5 detik.
Kurva 2: kerusakan langsung dari getaran bangunan selama peledakan.
Kurva 3: Direkomendasikan batas atas untuk peledakan.
Kurva 4: Getaran mengganggu manusia.

Sehubungan dengan operasi peledakan dekat dengan stasiun telepon dan stasiun relay atau bangunan yang berisi peralatan yang sensitif lainnya seperti komputer, mikroskop elektron, turbin dll pertimbangan harus diberikan atas acceleration untuk menghindari gangguan.
Rekomendasi besaran ground vibration yang dekat dengan peralatan adalah :

-          -     Telephone-relay stations
V = 50mm/sec. and a = 0.1-3.0 g depending on type of station.
-   TV-stations
V = 35 mm/sec. and a = 3.0 g.
-   Axe-electronic switch boards
V = 20 mm/sec.
-   Computers
A = 0.25 g. (For certain parts of the computer.)
Peledakan dekat dengan instalasi komputer (bukan komputer mikro atau PC: s), di mana produsen menetapkan acceleration maksimum 0,25 g. Nitro Consult AB, anak perusahaan dari Dyno Industries, Norwegia, telah mengembangkan metode khusus untuk meredam getaran terhadap instalasi ini, sehingga mengurangi getaran yang masuk ke peralatan. Proses peredaman yang terjadi harus selalu diikuti dengan pengukuran getaran.

Besaran ground vibration tergantung pada:

  •           Jumlah total charge
  •           Jumlah lubang ledak
  •           Karakteristik batuan
  •           Jarak dari lokasi peledakan
  •           Geologi daerah sekitarnya

Untuk perencanaan operasi peledakan di mana masalah ground vibration muncul, adalah penting untuk menyadari hubungan antara jarak, charge dan ground vibration.
Untuk menentukan tingkat pengisian charge terkait kecepatan getaran bisa dihitung menggunakan rumus Langefors.
Charge level = Q/R3/2


di mana Q menunjukkan charge dalam satu lubang dalam kg atau sejumlah charge instantaneously fired dalam jarak (R) yang sama dalam meter.
Vibration velocity:
          V = K √(Q/R3/2)


Q = instantaneously detonating charge (instantaneously) (kg)
R = jarak (m)
V = vibration (particle) velocity (mm / detik)
K = transmission factor, nilai konstan tergantung pada homogenitas batuan dan adanya patahan dan retakan. Untuk granit keras jenis Swedia kira-kira 400 tetapi umumnya lebih rendah.
Hubungan antara charge/jarak dan ground vibration dapat digunakan untuk membuat tabel sederhana yang dapat berfungsi sebagai acuan untuk perencanaan operasi peledakan.



Hubungan charge/jarak dan vibration velocity juga dapat dinyatakan secara grafis:



Tabel jarak dan charge yang didasarkan pada rock transmission factor K harus digunakan dengan hati-hati jika dekat dengan bangunan di mana fondasi bangunan tidak diketahui konstruksinya misalnya bangunan dibangun sebagian di atas batuan dan sebagian diatas tanah dan bangunan yang didirikan di atas tumpukan kayu di tanah liat dll nilai rock transmission factor K juga akan berubah tergantung pada karakteristik tanah dan jarak. Material lepas seperti moraine dan tanah liat memiliki nilai K lebih rendah dari batuan keras yang homogen. Rock transmission factor K juga lebih rendah dalam batuan lapuk dan pecah-pecah.
Nilai aktual dari faktor K terbaik ditentukan dengan uji peledakan di lokasi dan dilaksanakan pengukuran getaran secara teliti.
Untuk mengevaluasi hasil uji peledakan, ledakan harus dipertimbangkan misalnya jika dari lubang uji menghasilkan penghancuran batuan atau jika hanya meretakan batuan atau jika tidak ada pengaruh terhadap batuan sama sekali. Untuk mengevaluasi hasil uji ledakan dengan benar diperlukan pengalaman uji peledakan dan pengetahuan bidang ground vibration.
Ketika rock transmission factor K ditentukan, grafik pada Gambar 7 dapat disesuaikan dan hubungan yang realistis antara charge/jarak dan vibration velocity disesuaikan dengan kondisi setempat.


Perbandingan dari dua grafik dengan rock transmission factors K = 400 dan K = 100 masing-masing menunjukkan bahwa efek peredaman lebih tinggi pada batuan lebih lunak (K = 100) dan vibration velocity lebih rendah jika hubungan charge/jarak diatur sebaik mungkin.

Pengaruh Ground Vibration Terhadap Faktor Geologi
Tanah dan batuan merupakan material berpori dengan massa dasar yang relatif rigid. Pori-pori terisi oleh air atau udara. Tanah merupakan massa yang terdiri atas butiran mineral yang memiliki friksi dan kohesif antar material. Dalam batuan sedimen butiran mineral tersementasi bersama-sama dan dalam batuan magma dan batuan metamorphous mineral telah mengkristal dalam massa batuan yang biasanya berisi celah air dan joint. Dalam prakteknya mungkin sulit untuk menilai propagation velocity yang akurat gelombang seismik dalam tanah dan batuan yang berbeda.


Propagation velocities gelombang Rayleigh tergantung pada frekuensi yang lebih rendah dibandingkan frekuensi untuk gelombang shear.
Setiap lingkungan geologi memiliki karakteristik masing-masing ground vibration yang mempengaruhi perambatan gelombang vibration. Karakteristik ground vibration tergantung pada sifat berikut :

  •             Elastic constants tanah (elastic dan shearing moduli) yang menentukan kecepatan propagasi gelombang.
  •            Jenis dan kedalaman tanah yang menentukan rentang dominan frekuensi dan  jenis gelombang.
  •             Kelembaban tanah dan water level air tanah.
  •            Topografi dan morfologi, yang dapat mefokuskan gelombang seismik.
  •             Karakteristik peredaman dari tanah.

Contoh faktor-faktor geologi yang mempengaruhi operasi peledakan batuan adalah perbedaan dalam charge yang diijinkan dalam jarak yang berbeda di Swedia dan U. S.A.



Di U.S.A. vibration velocity tertinggi yang diijinkan adalah 50 mm/detik dan skala jarak aman telah disusun untuk digunakan di lapangan. Persamaan untuk desain ledakan adalah:
D/√W ≥ 50 ft/lb1/2 = S.D. (1)
D/√W ≥ 20 ft/lb1/2 = S.D. (2)

Dimana D    adalah jarak dalam feet dari lokasi peledakan hingga struktur                 bangunan yang bersangkutan
 W    adalah berat charge maksimum dalam pound per delay
 S.D. adalah skala jarak

Persamaan #1 direkomendasikan untuk lokasi di mana tidak ada instrument pengukuran, persamaan dibuat dengan faktor keamanan yang cukup tinggi. Persamaan #2 hanya direkomendasikan untuk lokasi di mana instrument perekaman ledakan dibuat.
Skala jarak dari atau lebih akan melindungi terhadap getaran lebih besar dari 50 mm/detik. Seperti dapat dilihat dalam Grafik 10, skala jarak persamaan #1 memberikan  nilai-nilai lebih konservatif, terutama pada jarak pendek, misalnya pada jarak 10 m, 0,2 kg per delay diperbolehkan menurut persamaan skala jarak di U.S.A. sementara 0,5 kg diperbolehkan untuk peledakan  instan di Swedia. (Yang bisa dua kali lipat atau tiga kali lipat per delay jika MS menggunakan detonator) Di sisi lain, Grafik 10 juga menunjukkan bahwa, bila menggunakan persamaan #2, tingkat charge dapat meningkat pesat, misalnya pada jarak 10 m 1,0 kg bisa diledakan secara bersamaan. Namun, persamaan #2 hanya direkomendasikan untuk lokasi di mana getaran diukur dan puncak particle velocities 50 mm/detik atau kurang. Jika blaster ingin menggunakan jarak berskala kecil, yaitu dia ingin menggunakan bahan peledak per delay, maka konsultan dan/atau diperlukan izin dari pihak berwenang.
Pada jarak yang lebih besar S.D. 50 tidak begitu konservatif, di 100 m 20 kg per delay mungkin dibandingkan charge dengan 15 kg di Swedia, tapi pada S.D. 20 memperbolehkan 100 kg per delay. Tingkat charge yang jauh lebih tinggi di U.S.A. terutama pada jarak yang lebih besar. Alasan untuk itu adalah bahwa karakteristik batuan di U.S.A. berbeda dengan di Swedia. Batuan umumnya lebih lunak dan lebih lapuk dengan kecepatan propagasi gelombang getaran lebih rendah. Sehingga getaran yang diredam lebih cepat dan vibration velocity diperlemah.
Perencanaan Operasi Peledakan
Pada tahap perencanaan operasi peledakan, perhatian harus diutamakan pada karakteristik geologi dari batuan. Zona batuan lapuk dan pecah-pecah diantara lokasi peledakan dan objek yang sensitif terhadap getaran akan menghasilkan efek redaman ground vibration. Jika karakteristik geologi batuan berubah dimana batuan lebih homogen dapat meningkatkan ground vibration. Mungkin diperlukan untuk mengurangi charge untuk menghindari kerusakan bangunan.
Oleh karena itu uji peledakan harus diukur untuk membuat profil seismik di mana gelombang seismik diukur pada berbagai titik yang memberikan informasi tentang bagaimana karakteristik batuan bervariasi.
Perencanaan dan pelaksanaan operasi peledakan, sangat perlu untuk mengatur sebaik mungkin sebagai akibat keterbatasan area dengan diminimalkan menggunakan pola yang benar dalam  pengeboran dan peledakan.

Vibration velocity juga tergantung pada kemiringan lubang. Lubang curam atau kondisi lain kecenderungannya meningkatkan constriction ledakan (misfires dll) yang dapat menyebabkan peningkatan yang cukup besar vibration velocity.
Ground vibration juga akan meningkat jika ledakan itu gagal memecahkan batuan mencapai ke tingkat yang diinginkan.


Putaran pertama peledakan dilokasi kerja harus dianggap sebagai uji peledakan dan pengukuran getaran harus digunakan sebagai pedoman untuk perencanaan operasi peledakan yang optimal. Hasil dari pengukuran getaran harus digunakan untuk semua operasi peledakan agar tercapai  pola pengeboran dan pola peledakan yang paling ekonomis. Namun margin tertentu untuk vibration velocity yang diijinkan harus selalu dipertahankan yang mungkin saja ground vibration meningkat tajam jika peledakan tidak berjalan sesuai rencana. Ini bisa menyulitkan dalam situasi ketika titik bor jumlahnya jauh lebih cepat dibor dibandingkan operasi peledakan, tetapi menggunakan hasil analisis risiko awal dan tindak lanjut menyeluruh selama operasi peledakan dimana pola pengeboran dapat dipilih sedemikian rupa sehingga charge dapat digunakan dengan berbagai cara jika nilai vibration velocity masih terlalu tinggi.

Penyelidikan menunjukkan bahwa masyarakat pada umumnya bereaksi terhadap nilai-nilai vibrasi jauh di bawah ambang batas untuk kerusakan pada bangunan. Ini juga telah menunjukkan bahwa operasi peledakan yang dieksekusi dalam waktu singkat lebih dapat diterima oleh masyarakat dibandingkan operasi peledakan yang berlangsung untuk waktu yang lama bahkan jika ada jeda waktu yang panjang antar ledakan.
Cara terbaik untuk mencegah keluhan adalah jika mereka yang bertanggung jawab atas operasi peledakan memberikan informasi yang komprehensif kepada masyarakat yang terkena dampak.




Sabtu, 25 Februari 2017

EKSPLORASI BATUBARA (1)

EKSPLORASI BATUBARA

DEFINISI
Batubara secara  fisika dan kimia adalah substansi kompleks yang telah didefinisikan dengan cara yang berbeda selama bertahun-tahun. Saat ini, definisi yang paling banyak diterima adalah diadopsi dari American Society for Testing & Material (ASTM) sebagai berikut:

"Batubara adalah batuan mudah terbakar yang mengandung lebih dari 5O persen berat dan lebih dari 70 persen volume material karbon yang juga termasuk inherent moisture, terbentuk dari pemadatan dan indurasi tanaman berbagai jenis yang diubah sejenis gambut. Perbedaan dalam jenis tanaman (type), tingkat metamorfosis (rank), dan impurity (grade) menjadikan sebagai karakteristik  pengklasifikasian batubara (ASTM, 1970, p. 70). "
KLASIFIKASI

Karena kompleksitas sifat fisika dan kimia dan variasi penggunaannya, pengklasifikasian batubara menjadi pekerjaan yang tidak mudah. Banyak skema klasifikasi batubara telah diusulkan selama bertahun-tahun dengan menggunakan berbagai parameter sebagai kriteria. Dari berbagai pendekatan untuk klasifikasi, rank adalah salah satu yang lebih utama. Rank adalah tingkat dari kematangan termal batubara, yaitu, posisinya di urutan coalifikasi. Coalifikasi mengacu pada transformasi progresif gambut menjadi lignit, sub-bituminus, bituminus, dan antrasit. Sistem peringkat standar yang digunakan di Amerika Utara adalah sistem ASTM (Tabel 1). Hal ini didasarkan terutama pada fixed carbon, volatile matter, dan nilai kalori dan dikenal dengan peringkat istilah seperti lignit, bituminous, dan antrasit. Dalam sistem ASTM, istilah ini memiliki arti khusus berkaitan dengan parameter tersebut, tetapi mungkin bertentangan dengan makna yang diberikan untuk istilah yang sama di sistem klasifikasi negara lain.


Batubara juga diklasifikasikan berdasarkan jenis menjadi dua kategori besar: (1) sapropelic atau batubara tidak berlapis (nonbanded), dan (2) humic atau batubara berlapis (banded). Batubara tidak berlapis menunjukkan sedikit atau tidak ada stratifikasi yang jelas, bertekstur granular, cenderung homogen, dan berasal dari allochthonous. Contoh batubara nonbanded adalah batubara boghead, terutama terdiri dari sisa-sisa alga, dan batubara kusam, yang sebagian besar terdiri dari spora.
Sebaliknya batubara banded terdiri dari serangkaian lapisan yang sejajar dengan bidang perlapisan dan dapat dibedakan atas dasar karakteristik makroskopik seperti kilau, kekerasan, dll. Batubara berlapis ini dikenal sebagai litotipe dan terdiri dari maseral, yang merupakan komponen diidentifikasi secara mikroskopis pada batubara. Maseralnya didefinisikan atas dasar warna, morfologi, asosiasi, dan fluoresensi. Analisis maseral memainkan peran penting dalam evaluasi proses batubara dan menghasilkan informasi berharga mengenai paleoenvironment di mana batubara tersebut terbentuk, tingkat kematangan termal batubara (rank), dan kesesuaian untuk penggunaan tertentu. Batubara banded lebih berlimpah daripada nonbanded batubara dan merupakan sebagian besar sumber daya batubara di dunia.
GENESA BATUBARA
Batubara terbentuk oleh akumulasi dan terlestarikannya bahan organik (terutama dari tanaman) di lingkungan swamp, marsh dan bog. Material tanaman ini diubah menjadi gambut oleh proses biokimia yang kompleks yang prosesnya masih kurang dipahami oleh para ahl. Gambut terakumulasi relative sangat lambat dibandingkan umur manusia. Tingkat akumulasi di Florida dan Delta Mississippi adalah dari 0,5 s/d 1 mm / tahun, sedangkan di Kalimantan diketahui hingga 4 mm / tahun. Umumnya tingkat akumulasi lebih tinggi berada di iklim tropis dibandingkan di iklim dingin. Meskipun tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi sebagian diimbangi oleh tingkat dekomposisi lambat di iklim dingin. Gambut dapat menumpuk ketika tingkat akumulasi lebih tinggi dari laju dekomposisi. Kebanyakan batubara tua mungkin berasal daerah iklim tropis (Bustin, et al., 1983).
Sesuai perubahan kondisi geologi di daerah pembentuk gambut, endapan gambut dapat menjadi tertutupi oleh batuan sedimen. Sedimentasi dapat berlanjut terus untuk waktu yang sangat lama dan ketika didukung oleh penurunan cekungan pengendapan, dapat mengakibatkan timbunan endapan gambut kurang dari ribuan meter (kaki) pada batuan sedimen. Panas dan tekanan yang dihasilkan oleh berat kolom sedimen dan proses biokimia dan geokimia menyebabkan batubara ditingkatkan rank-nya. Tingkat coalifikasi dicapai terutama akibat dari suhu dan lamanya waktu pemanasan. Umumnya peningkatan susunan stratigrafi meningkatkan suhu secara seragam sesuai perubahan kedalaman, Batubara pada timbunan yang dalam umumnya memiliki rank tinggi. Umumnya peningkatan rank diimbangi dengan penurunan  porositas, volume, volatile matter, dan kandungan air, sementara fixed carbon, density, nilai kalori, dan reflektans meningkat.
Produk sampingan utama coalifikasi adalah metana, karbon dioksida, dan air. Air hilang pada awal proses coalifikasi dan rasio metana dan karbon dioksida meningkat sesuai rank (Bustin, 1983). Sejumlah volume besar metana dapat dihasilkan selama coalifikasi dan dapat diproduksi dan dipasarkan. Bahkan di Black Warrior Basin of Alabama, 25% dari produksi gas alam tahunan saat ini berasal dari degasifikasi dari lapisan batubara dalam.
LINGKUNGAN PENGENDAPAN
Ketebalan, distribusi lateral, komposisi, dan kualitas lapisan batubara ditentukan sebagian besar oleh lingkungan pengendapan. Selain itu Horne, et al. (1978) menemukan bahwa karakteristik tersebut ditentukan oleh lingkungan pengendapan yang selajutnya diendapkan gambut. Topografi lingkungan pengendapan awal memungkinkan gambut tersebut tersimpan dan karena itu mempengaruhi ketebalan dan sebaran lateral. Perubahan geologi terhadap lingkungan pengendapan yang telah terbentuk mempengaruhi kontinuitas dan komposisi gambut yang kemungkinan menyebabkan sebagian atau seluruh gambut tererosi atau jika gambut terpapar air payau atau air laut yang dapat merubah komposisi kimia gambut dan selanjutnya merubah kualitas batubara.
Lingkungan pembentukan batubara dapat dibagi menjadi dua kategori: (1) paralik yang berkenaan dengan system kelautan pantai (coastal) atau laut dekat pantai (near-coastal marine), dan  (2) limnic yang berkaitan dengan batubara terbentuk di pedalaman, biasanya di daerah intermontane dan dalam kondisi air tawar. Umumnya, batubara limnic ditandai dengan lapisan tebal namun terbatas secara lateral. Meskipun sejumlah lapisan batubara di Amerika Serikat bagian barat berasal dari daerah limnic, tetapi sebagian besar tambang batubara Amerika Utara tampaknya telah terbentuk di lingkungan paralik.
Lingkungan paralik dapat terjadi pada back barrier, deltaic, atau coastal dan interdeltaic (Bustin, 1983). Batubara pada back barrier membentuk dataran barrier islands yang seringkali didalam cekungan abandoned lagoonal yang terbentuk antara barrier islands dan mainland. Batubara di back barrier biasanya agak tipis dengan endapan yang secara lateral tidak menerus yang memanjang sejajar dengan arah strike pengendapan dan biasanya tinggi kandungan sulfur dan abu.
Batubara di coastal plain pada dataran rendah relatif datar, memiliki water table yang tinggi dan sedikit masuknya batuan sedimen. Beberapa batubara Appalachian Amerika Serikat bagian timur mungkin telah diendapkan dalam sistem coastal plain. Rawa saat sekarang merupakan coastal plain yang aktif terakumulasi gambut meliputi daerah rawa Everglades, Florida dan Okefenokee, Georgia (Bustin, 1983).
Banyak batubara tua ditafsirkan telah terbentuk dalam sistem delta dan karenanya penyelidikan intensif dilaksanakan pada lingkungan delta.
Menurut Horne, et al. (1978). Pemodelan batubara pada lingkungan pengendapan delta dapat digunakan untuk memprediksi kecenderungan endapan skala besar batubara dalam skala regional dan karena itu berguna dalam tahap awal eksplorasi batubara. Selanjutnya variasi skala kecil terhadap ketebalan batubara, kualitas, dan kontinuitas lateral seringkali dapat diprediksikan, memberikan data yang dapat sangat bernilai dalam perencanaan dan pengembangan tambang.

Ilustrasi berikut (Gambar. 1) berasal dari database rinci dikembangkan dari batuan umur Carboniferous sebagai pembawa batubara di Kentucky timur dan barat daya Virginia dan dari lingkungan yang sama di wilayah pantai. Gambar 1 menggambarkan tipe bentuk dan kemenerusan lateral endapan batubara yang terbentuk dalam system delta.


Batubara yang terbentuk di lingkungan lower delta plain biasanya memanjang sejajar dengan dip karena satu-satunya lingkungan cocok untuk akumulasi gambut yang berdekatan dengan tanggul yang relatif sempit di kedua sisi distributary channels. Interdistributary bays berada antara distributary channels dan lokasi teluk terakumulasi sedimen detrital berbutir halus. Lokasi akumulasi gambut di lower delta plain umumnya terbatas panjangnya, area yang relatif sempit antara tanggul dan interdistributary bays. Batubara di lower delta plain biasanya relatif tipis dan mengandung split yang disebabkan oleh celah terjal menerobos tanggul yang berkembang kurang baik di sepanjang distributary channel.
Batubara di upper delta plain-fluvial juga cenderung memanjang ke arah dip meskipun mereka tidak menerus seperti batubara di  lower delta plain. Endapan batubara biasanya dibentuk seperti pod-shaped pada flood plains yang berdekatan bersamaan dengan adanya saluran meandering dan menunjukkan ketebalan bervariasi yang signifikan pada jarak pendek. Serupa dengan kondisi batubara di lower delta plain, banyak terdapat split terjadi di dekat tanggul yang berbatasan saluran aktif karena splays. Perpindahan saluran meandering pasca-pengendapan juga dapat menghambat sekuen sedimentasi dengan mengikis endapan batubara dan menghasilkan "washouts."
Di beberapa tempat, zona transisi berada di antara lingkungan lower dan upper delta plain yang menunjukkan karakteristik sekuen keduanya. Di zona transisi antara lower dan upper delta plains, banyak dari interdistributary bays (flood basins) yang terjadi diantara distributary channels telah diisi dengan sedimen dan membentuk cekungan luas di mana rawa batubara yang luas dapat berkembang. Cekungan besar yang relatif tidak terganggu menyediakan lingkungan yang menguntungkan bagi pembentukan endapan batubara yang biasanya lebih meluas secara lateral dibandingkan lower dan upper delta plain. Batubara terbentuk di zona transisi ini memiliki karakteristik batubara di upper dan lower delta plain seperti adanya split yang berkembang di dekat tanggul dan washouts pasca-pengendapan. Sebagian besar lapisan batubara bernilai lebih ekonomis penting di wilayah Appalachian diinterpretasikan telah terbentuk di zona transisi antara lower dan upper delta plains.
Dari pembahasan singkat di atas, jelas bahwa dalam tahap awal eksplorasi, pengetahuan tentang lingkungan pengendapan yang mengontrol bentuk dan konfigurasi tubuh batubara akan memungkinkan ahli eksplorasi untuk merancang program pengeboran untuk menghasilkan efektivitas maksimum dan efisiensi dalam mendefinisikan endapan batubara. Pada tahap perencanaan tambang dimana eksplorasi pengeboran dan evaluasi yang lebih rinci mungkin diinginkan untuk memprediksi daerah batubara tebal dan / atau berkualitas tinggi.
Lingkungan pengendapan juga sebagian menentukan kandungan sulfur dari endapan batubara. Sulfur dalam bentuk besi sulfida (terutama pirit) terjadi dalam beberapa cara dalam batubara. Bentuk halus disseminated kadang-kadang disebut sebagai pirit framboidal adalah bentuk pirit paling reaktif dan yang paling sulit untuk dihilangkan. Begitu halusnya menyebar ke seluruh batubara yang tidak dapat dihilangkan secara efektif dalam tes pencucian di float-sink. Penelitian menunjukkan bahwa pirit framboidal berasal dari sulfur yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang ditemukan di laut pada perairan payau, tapi tidak ada di air tawar. Dibuktikan oleh (Ferm, 1976;. Caruccio, et al, 1977) bahwa pirit framboidal paling sangat terkait dengan batubara yang ditindih oleh batuan atap yang terendapkan di lingkungan laut hingga air payau. Kondisi berbeda terjadi ketika lapisan sedimen menutupi lebih dahulu yang melindungi endapan gambut dari masuknya air laut hingga air payau karena proses transgresi. Oleh karena itu batubara yang terbentuk di lingkungan back barrier hingga lower delta plain lebih memungkinkan untuk ditindih oleh lapisan sedimen diendapkan dalam lingkungan laut hingga air payau dan karenanya akan lebih mungkin mengandung jumlah yang lebih tinggi pirit framboidal.
Batubara yang terbentuk di lingkungan transitional lower delta plain adalah lokasi campuran air tawar dan payau hingga air laut dan karenanya sangat bervariasi dalam kandungan sulfurnya. Umumnya batubara pada lingkungan transitional lower delta plain dianggap lebih rendah kandungan pirit framboidäl dibandingkan batubara diendapkan di lower delta plain dan back barrier. Kecenderungan ini diperkirakan akan terus berlanjut selama batubara terbentuk lebih tinggi dari lokasi delta plain dalam sistem fluvial-upper delta plain di mana pengaruh laut jarang terjadi. Batubara ini umumnya dianggap lebih rendah kandungan sulfur pirit halus disseminated dibandingkan batubara yang terbentuk dalam sistem pengendapan delta plain lainnya. Pemahaman tentang sistem pengendapan di mana tempat terdapatnya batubara terbentuk sehingga dapat digunakan untuk memprediksi jumlah dan jenis sulfur yang ada dan untuk memberikan panduan dalam eksplorasi batubara rendah sulfur dalam daerah di mana kandungan sulfur biasanya tinggi.
Penyelidikan oleh Caruccio, et al. (1977) dan Horne, et al. (1976), sebagai contoh untuk menggambarkan potensi kegunaan untuk perusahaan tambang memahami sejarah pengendapan lapisan batubara. Menggunakan data base 450 lubang bor inti pada area seluas 518-km2 (area 200-sq mil) terletak di wilayah batubara Appalachian di Amerika Serikat bagian timur, para peneliti menafsirkan lapisan batubara telah diendapkan lower delta plain. Biasanya, batubara diinterpretasikan sebagai batubara lower delta plain, di mana ditindih oleh batuan payau hingga laut, memiliki kandungan sulfur yang lebih besar dari 2% hingga 75% atau lebih jenis sulfur pirit framboidal (Caruccio, et al., 1977) . Di mana endapan diinterpretasikan sebagai splays air tawar yang menutupi di atas permukaan gambut sebelum terjadi pengendapan batuan laut, gambut rupanya terlindung hingga mengurangi bakteri sulfur yang menyebabkan kandungan sulfur dalam gambut tetap rendah (Horne, et al., 1976).

Gambar 2 adalah interpretasi dari lingkungan pengendapan setelah pengendapan lapisan coal. Data menunjukkan bahwa tanggul dari distributary channel di bagian barat daya daerah yang dimasuki dan batubara yang dipengaruhi laut melebar ke utara dan timur didalam interdistributary bay. Gambar  3 menunjukkan distribusi sulfur diseminated pada lapisan target. Perbandingan Gambar. 2 dan 3 menunjukkan hubungan yang diharapkan antara daerah dimana batubara tersebut ditindih oleh lapisan batuan laut (bagian timur Gambar. 2) dan konsentrasi sulfur yang lebih tinggi.





PENGARUH STRUKTUR TERHADAP ENDAPAN BATUBARA
Perlipatan
Sekwen batuan yang terdeformasi secara plastis dalam kondisi temperature dan tekanan tinggi dan karenanya dapat dilipat menjadi serangkaian lapisan subparallel hingga paralel kearah atas dan kearah bawah yang disebut anticlines dan synclines (lihat Gambar. 4). Lipatan mungkin begitu kuat untuk mengangkat lapisan ke arah vertikal atau bahkan ke posisi terbalik. Semua lapisan terangkat lebih rentan terhadap erosi dengan bidang pengangkatan maksimum memiliki tingkat terbesar kerentanan. Perlipatan lapisan batubara akan mempersulit upaya korelasi lapisan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dan juga menjadi pegaruh besar terhadap penambangannya. Dalam kebanyakan kasus terjadi peningkatan overburden lebih besar dibandingkan singkapan batubara berlapis datar.



Patahan
Patahan  adalah rekahan atau zona rekahan sepanjang bidang yang mengalami perpindahan relative terhadap bidang lainnya. Patahan menjadi pertimbangan penting dalam eksplorasi dan pertambangan batubara yang sifatnya kondisional setempat. Patahan dapat mejadi suatu lokasi tidak menarik ditambang.
Ada beberapa jenis patahan yang didefinisikan atas arah relatif gerak dari bidang patahan. Dua jenis patahan yang paling sering ditemui dalam eksplorasi batubara adalah sesar normal dan sesar naik. Sesar normal terjadi di mana blok di atas bidang sesar (hanging wall) bergerak relative ke bawah terhadap blok yang lebih rendah (footwall) (Gambar. 5). Pengaruh terhadap pengeboran melalui sesar normal adalah terjadi pengurangan urutan stratigrafi. Dalam sesar naik terjadi hanging wall bergerak relative naik terhadap footwall, dan ada bagian perulangan lapisan (Gbr. 6).




Joint dan Cleat
Joint adalah rekahan dalam massa batuan di mana tidak ada perpindahan bidang terjadi. Joint umumnya planar, terjadi pada kelompok rekahan  subparallel hingga paralel yang disebut set, dan dapat memanjang secara vertikal dan lateral, dengan jarak dari beberapa milimeter (inci) sampai dengan puluhan meter (kaki) atau lebih. Dimana jointing lazim terdapat, hal itu dapat menjadi faktor dalam perencanaan tambang karena mewakili bidang yang lemah dalam overburden dapat hancur selama penambangan. Karenanya permukaan highwalls tambang kadang-kadang direncanakan untuk sejajar terhadap kecenderungan orientasi dominan joint dan memberikan keuntungan untuk mendukung peledakan dan pemindahan overburden.

Cleat yang terjadi secara alami berupa rekahan pada lapisan batubara (terutama di batubara bituminous) yang secara morfologis analog dengan jointing dalam batuan. Cleat biasanya terjadi dalam dua set saling tegak lurus. Rekahan set dominan disebut face cleat. Face cleat yang penetrative berupa rekahan yang berdekatan berfungsi sebagai saluran utama untuk cairan seperti gas metana, yang merupakan produk sampingan dari coalification dan air tanah. Butt cleat bersifat komplementer kurang dominan dan biasanya berbentuk tidak teratur, rekahan nonpenetrative terhenti didepan face cleat. Karena permeabilitanya, cleat pada umumnya, dan khususnya face cleat sering terjadi mineralisasi dan endapan mineral seperti pirit, kalsit, dan lain-lain. orientasi cleat dapat menjadi penting dalam perencanaan tambang untuk sejumlah alasan yang sama seperti rekahan, yaitu, mereka mewakili bidang alami yang lemah yang dapat memudahkan penggalian dan pemuatan lapisan batubara tambang permukaan. Meskipun mungkin kurang penting dibandingkan jointing dalam batuan, orientasi cleat dalam kasus-kasus tertentu menentukan tata letak tambang dan arah pertambangan.
Intrusi Klastik dan Batuan Beku
Struktur intrusi klastik dan batuan beku kurang memberikan pengaruh besar dalam keberadaan batubara dibandingkan struktur geologi lainnya yang telah dibahas. Pergeseran struktur ini dapat berkisar dari beberapa milimeter (inch) hingga puluhan meter (kaki) dan di beberapa lokasi pertambangan tertentu, dapat menimbulkan masalah yang signifikan. Dalam kasus intrusi klastik, material penerobos (intrusi) adalah material limbah dan harus dipisahkan dan dihilangkan dari batubara tetapi tidak mengubah karakteristik fisik dari batubara. Dalam hal intrusi batuan beku, batubara di sekitar intrusi secara termal diubah. Perubahan tersebut dapat mengakibatkan peningkatan rank atau bahkan mematangkan batubara yang berdampingan langsung. Dalam penambangannya akan bertambah dikarenakan batuan intrusi lebih keras dibandingkan batubara dan batuan sedimen.

EVALUASI ENDAPAN BATUBARA
Penentuan Jumlah Batubara di suatu lokasi harus juga mengetahui seberapa besar lapisan penutupnya. Sejumlah teknik geologi atau geofisika dapat digunakan untuk menyediakan data dalam pemodelan geologi batubara. Di daerah di mana material penutup yang tidak terkonsolidasi diendapkan pada permukaan atas bidang erosi dari batuan dasar, dengan teknik seismic refraksi, seismik refleksi, atau, dalam beberapa kasus, survei gravitasi dapat mengungkapkan konfigurasi permukaan batuan dasar. Bahkan patahan dengan pergeseran vertikal tidak lebih kecil dari 6,1 m (20 ft), atau di bawah kondisi ideal 4,6 m (15 ft), dapat diidentifikasi dengan menggunakan teknik seismik (Daly, et al., 1976). Jika terdapat intrusi batuan beku, dapat digunakan teknik  gravitasi atau  magnetic  untuk membantu dalam definisi batas batuan beku dan sedimen.
Semua teknik di atas dapat membantu dalam kondisi tertentu, menyediakan data yang berguna untuk explorationist batubara tetapi berlaku sebagai teknik eksplorasi umum, mereka tidak memiliki kemampuan finalisasi hasil eksplorasi di industri batubara. Program pengeboran yang direncanakan dengan baik tetap menjadi teknik eksplorasi utama di industri batubara dan memberikan sebagian besar data dasar dari mana peta batubara dan karakterisasi overburden dibuat dan di mana keputusan pertambangan didasarkan.
Seluruh lubang bor eksplorasi harus di log geofisika yang dijalankan segera setelah pengeboran selesai. Logging geofisika efektif dapat mengurangi jumlah lubang bor yang dibutuhkan untuk mengevaluasi properti dengan memaksimalkan data yang diperoleh dari setiap lubang. Log geofisika berfungsi sebagai control terhadap log yang ditulis tangan manual dan memberikan catatan yang tepat kedalaman batubara dan ketebalan. Log geofisika dari lubang bor juga menyediakan cara untuk mengidentifikasi satuan batuan dalam interval di mana core hilang dengan membandingkan respon alat logging untuk satuan batuan yang berbeda dalam interval coring lainnya. Survey geofisika lubang bor standar (density, gamma, resistivity) dapat memberikan data sebagai berikut: (1) ketebalan batubara dan kedalaman; (2) Data litologi; (3) Data pengendapan- berupa sifat kontak dan urutan vertical stratigrafi; (4) data hidrologi-akuifer, zona sirkulasi yang hilang, kadar air; (5) identifikasi data struktur dan urutan stratigrafi; (6) mengetahui dan korelasi interval batubara tertentu ditambah dengan tanda khusus masing-masing; dan (7) mengetahui adanya perubahan mineralogi, seperti perubahan, yang sulit untuk dibedakan dari cutting pemboran (dimodifikasi dari Crowder, 1986).
Survei geofisika lebih canggih dengan biaya lebih mahal dapat memberikan lebih banyak jenis data seperti parameter kualitas abu batubara (ash), karbon, zat terbang (volatile matter), kandungan panas, kelembaban, bahan mineral, dan rank. Crowder (1986) memperkirakan biaya logging geofisika standar pada 10 sampai 20% dari total anggaran pengeboran. Logging yang lebih canggih meningkatkan biaya sebanyak 50%. Daftar sebagian dari alat geofisika dan aplikasinya untuk eksplorasi batubara diberikan pada Tabel 2.



Setelah serangkaiaan data diperoleh, maka tugas berikutnya yang berat adalah mengkorelasikan lapisan batubara. Perhatian ekstra diperlukan jika terdapat beberapa lapisan batubara yang berdekatan. Identifikasi yang salah lapisan batubara dapat mengakibatkan evaluasi menyesatkan dari jumlah sumberdaya, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesulitan dalam aspek operasi pertambangan, persiapan, atau pemasaran. Ahli geologi biasanya menggunakan karakteristik fisik dari overburden, karakteristik fisika dan kimia dari lapisan batubara, tanda khas urutan stratigrafi, tanda khusus pada log geofisika, dan data terkait lainnya untuk membantu dalam identifikasi yang benar dan korelasi posisi lapisan batubara. Di daerah yang lebih kompleks, data tambahan mungkin harus diperoleh di bagian-bagian tertentu dengan pengeboran lubang spasi lebih dekat sebelum korelasi dapat dibuat dengan keyakinan kuat.
Tahap berikutnya setelah urutan stratigrafi diketahui adalah merekonstruksi peta kontur struktur dan peta isopach. Contoh peta isopach pada Gambar 7 dan Peta isoleth pada Gambar 8.